Beranda > FIQIH (tatacara ibadah dan hukum agama), TAUHID (keimanan) > Tahlilan Menurut Hadits Shahih dan Ulama Salaf

Tahlilan Menurut Hadits Shahih dan Ulama Salaf

Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk
sebuah acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama. Yaitu
berkumpulnya sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT
dengan cara membaca kalimat-kalimat thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih,
Asma’ul husna, shalawat dan lain-lain.

Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau
namanya saja yang berbeda namun hakikatnya sama. (Tahlil artinya adalah lafadh Laa
ilaaha illallah) Lalu bagaimana hukumnya mengadakan acara tahlilan atau dzikir dan
berdoa bersama yang berkaitan dengan acara kematian untuk mendoakan dan
memberikan hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal dunia ? Dan apakah
hal itu bermanfaat atau tersampaikan bagi si mayyit ?

Menghadiahkan Fatihah, atau Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau shadaqah, atau Qadha
puasanya dan lain lain, itu semua sampai kepada Mayyit, dengan Nash yang Jelas
dalam Shahih Muslim hadits no.1149, bahwa “seorang wanita bersedekah untuk
Ibunya yang telah wafat dan diperbolehkan oleh Rasul saw”, dan adapula riwayat
Shahihain Bukhari dan Muslim bahwa “seorang sahabat menghajikan untuk Ibunya
yang telah wafat”, dan Rasulullah SAW pun menghadiahkan Sembelihan Beliau SAW
saat Idul Adha untuk dirinya dan untuk ummatnya, “Wahai Allah terimalah sembelihan
ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari Ummat Muhammad” (Shahih
Muslim hadits no.1967).

Dan hal ini (pengiriman amal untuk mayyit itu sampai kepada mayyit) merupakan
Jumhur (kesepakatan) Ulama seluruh madzhab dan tak ada yang memungkirinya
apalagi mengharamkannya, dan perselisihan pendapat hanya terdapat pada madzhab
Imam Syafi’i, bila si pembaca tak mengucapkan lafadz : “Kuhadiahkan”, atau wahai
Allah kuhadiahkan sedekah ini, atau dzikir ini, atau ayat ini..”, bila hal ini tidak
disebutkan maka sebagian Ulama Syafi’iy mengatakan pahalanya tak sampai.

Jadi tak satupun ulama ikhtilaf dalam sampai atau tidaknya pengiriman amal untuk
mayiit, tapi berikhtilaf adalah pada Lafadznya. Demikian pula Ibn Taimiyyah yang
menyebutkan 21 hujjah (dua puluh satu dalil) tentang Intifa’ min ‘amalilghair (mendapat
manfaat dari amal selainnya). Mengenai ayat : “DAN TIADALAH BAGI SESEORANG
KECUALI APA YG DIPERBUATNYA, maka Ibn Abbas ra menyatakan bahwa ayat ini
telah mansukh dengan ayat “DAN ORANG ORANG YG BERIMAN YG DIIKUTI
KETURUNAN MEREKA DENGAN KEIMANAN”,

Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa barang siapa mengingkari sampainya amalan orang hidup pada orang yang meninggal maka ia termasuk ahli bid’ah. Dalam Majmu’ fatawa juz 24 hal306 ia menyatakan, “Para imam telah sepakat bahwa mayit bisa mendapat manfaat dari hadiah pahala orang lain. Ini termasuk hal yang pasti diketahui dalam agama islam dan telah ditunjukkan dengan dalil kitab, sunnah dan ijma’ (konsensus ulama’). Barang siapa menentang hal tersebut maka ia termasuk ahli bid’ah”.

Lebih lanjut pada juz 24 hal 366 Ibnu Taimiyah menafsirkan firman Allah “dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS an-Najm [53]: 39) ia menjelaskan, Allah tidak menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapat manfaat dari orang lain, Namun Allah berfirman, seseorang

hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang lain adalah hak orang lain. Namum demikian ia bisa memiliki harta orang lain apabila dihadiahkan kepadanya.

Begitu pula pahala, apabila dihadiahkan kepada si mayyit maka ia berhak menerimanya seperti dalam solat jenazah dan doa di kubur. Dengan demikian si mayit berhak atas pahala yang dihadiahkan oleh kaum muslimin, baik kerabat maupun orang lain”

Dalam kitab Ar-Ruh hal 153-186 Ibnul Qayyim membenarkan sampainya pahala kepada orang yang telah meninggal. Bahkan tak tangung-tanggung Ibnul Qayyim menerangkan secara panjang lebar sebanyak 33 halaman tentang hal tersebut.
Mengenai hadits yang mengatakan bahwa bila wafat keturunan adam, maka
terputuslah amalnya terkecuali 3 (tiga), shadaqah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan
anaknya yang berdoa untuknya, maka orang orang lain yang mengirim amal, dzikir dll
untuknya ini jelas jelas bukanlah amal perbuatan si mayyit, karena Rasulullah SAW
menjelaskan terputusnya amal si mayyit, bukan amal orang lain yang dihadiahkan
untuk si mayyit, dan juga sebagai hujjah bahwa Allah memerintahkan di dalam Al
Qur’an untuk mendoakan orang yang telah wafat : “WAHAI TUHAN KAMI AMPUNILAH
DOSA-DOSA KAMI DAN BAGI SAUDARA-SAUDARA KAMI YG MENDAHULUI KAMI
DALAM KEIMANAN”, (QS Al Hasyr-10).

Mengenai rangkuman tahlilan itu, tak satupun Ulama dan Imam Imam yang
memungkirinya, siapa pula yang memungkiri muslimin berkumpul dan berdzikir?,
hanya syaitan yang tak suka dengan dzikir.

Didalam acara Tahlil itu terdapat ucapan Laa ilaah illallah, tasbih, shalawat, ayat
qur’an, dirangkai sedemikian rupa dalam satu paket dengan tujuan agar semua orang
awam bisa mengikutinya dengan mudah, ini sama saja dengan merangkum Al Qur’an
dalam disket atau CD, lalu ditambah pula bila ingin ayat Fulani, silahkan Klik awal ayat,
bila anda ingin ayat azab, klik a, ayat rahmat klik b, maka ini semua dibuat buat untuk
mempermudah muslimin terutama yang awam. Atau dikumpulkannya hadits Bukhari,
Muslim, dan Kutubussittah, Alqur’an dengan Tafsir Baghawi, Jalalain dan Ilmu
Musthalah, Nahwu dll, dalam sebuah CD atau disket, atau sekumpulan kitab, bila
mereka melarangnya maka mana dalilnya ?,

Munculkan satu dalil yang mengharamkan acara Tahlil?, (acara berkumpulnya
muslimin untuk mendoakan yang wafat) tidak di Al Qur’an, tidak pula di Hadits, tidak
pula di Qaul Sahabat, tidak pula di kalam Imamulmadzahib, hanya mereka saja yang
mengada ada dari kesempitan pemahamannya.

Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil
yang melarangnya, itu adalah Bid’ah hasanah yang sudah diperbolehkan oleh
Rasulullah saw, justru kita perlu bertanya, ajaran muslimkah mereka yang melarang
orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, siapa yang alergi dengan suara Laa ilaaha
illallah kalau bukan syaitan dan pengikutnya ?, siapa yang membatasi orang
mengucapkan Laa ilaaha illallah?, muslimkah?, semoga Allah memberi hidayah pada
muslimin, tak ada larangan untuk menyebut Laa ilaaha illallah, tak pula ada larangan
untuk melarang yang berdzikir pada hari ke 40, hari ke 100 atau kapanpun, pelarangan
atas hal ini adalah kemungkaran yang nyata.

Bila hal ini dikatakan merupakan adat orang hindu, maka bagaimana dengan
computer, handphone, mikrofon, dan lainnya yang merupakan adat orang kafir, bahkan
mimbar yang ada di masjid masjid pun adalah adat istiadat gereja, namun selama hal
itu bermanfaat dan tak melanggar syariah maka boleh boleh saja mengikutinya,
sebagaimana Rasul saw meniru adat yahudi yang berpuasa pada hari 10 muharram,
bahwa Rasul saw menemukan orang yahudi puasa dihari 10 muharram karena mereka
tasyakkur atas selamatnya Musa as, dan Rasul saw bersabda : Kami lebih berhak dari
kalian atas Musa as, lalu beliau saw memerintahkan muslimin agar berpuasa pula” (HR
Shahih Bukhari hadits no.3726, 3727).

Sebagaimana pula diriwayatkan bahwa Imam Masjid Quba di zaman Nabi saw, selalu
membaca surat Al Ikhlas pada setiap kali membaca fatihah, maka setelah fatihah maka
ia membaca AL Ikhlas, lalu surat lainnya, dan ia tak mau meninggalkan surat al ikhlas
setiap rakaatnya, ia jadikan Al Ikhlas sama dengan Fatihah hingga selalu
berdampingan disetiap rakaat, maka orang mengadukannya pada Rasul saw, dan ia
ditanya oleh Rasul saw : Mengapa kau melakukan hal itu?, maka ia menjawab : Aku
mencintai surat Al Ikhlas. Maka Rasul saw bersabda : Cintamu pada surat Al ikhlas
akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari).

Maka tentunya orang itu tak melakukan hal tsb dari ajaran Rasul saw, ia membuat
buatnya sendiri karena cintanya pada surat Al Ikhlas, maka Rasul saw tak
melarangnya bahkan memujinya.

Kita bisa melihat bagaimana para Huffadh (Huffadh adalah Jamak dari Al hafidh, yaitu
ahli hadits yang telah hafal 100.000 hadits (seratus ribu) hadits berikut sanad dan
hukum matannya) dan para Imam imam mengirim hadiah pada Rasul saw :

.
Berkata Imam Alhafidh Al Muhaddits Ali bin Almuwaffiq rahimahullah : “aku 60 kali
melaksanakan haji dengan berjalan kaki, dan kuhadiahkan pahala dari itu 30 haji
untuk Rasulullah saw”.
.
Berkata Al Imam Alhafidh Al Muhaddits Abul Abbas Muhammad bin Ishaq
Atssaqafiy Assiraaj : “aku mengikuti Ali bin Almuwaffiq, aku lakukan 7X haji yang
pahalanya untuk Rasulullah saw dan aku menyembelih Qurban 12.000 ekor untuk
Rasulullah saw, dan aku khatamkan 12.000 kali khatam Alqur’an untuk Rasulullah
saw, dan kujadikan seluruh amalku untuk Rasulullah saw”.
.
Ia adalah murid dari Imam Bukhari rahimahullah, dan ia menyimpan 70 ribu
masalah yang dijawab oleh Imam Malik, beliau lahir pada 218 H dan wafat pada
313H
.
Berkata Al Imam Al Hafidh Abu Ishaq Almuzakkiy, aku mengikuti Abul Abbas dan
aku haji pula 7X untuk rasulullah saw, dan aku mengkhatamkan Alqur’an 700 kali
khatam untuk Rasulullah saw. (Tarikh Baghdad Juz 12 hal 111).
Walillahittaufiq

Dari: http://www.majelisrasulullah.org

  1. Fulan
    Desember 31, 2018 pukul 12:07 pm

    Tahlilan serta upacara upacara lainnya adalah bentuk kulturisasi islam terhadap hindu pada masa sunan kudus,
    Kalau anda ummat sunan kudus, lakukan saja.
    Tetapi jikalau anda ummat nabi muhammad saw, jangan lakukan.

  2. Fulan
    September 24, 2018 pukul 7:59 am

    Astaghfirullah, jangan mengaburkan makna salaf …… salaf yang dimaksud bukan ulama terdahulu, tapi shalafush Sholeh yaitu para sahabat. Manhaj salaf maksudnya suatu metode/cara beragama yang mendasarkan diri pada al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti apa yang dicontohkan oleh para sahabat, karena mereka didalam al-Qur’an telah disebutkan Allah meridhoi mereka dan merekapun ridho kepada Allah Azza wa Jalla.

    Pertanyaannya ? adakah yang antum katakan bahwa para sahabat melakukan tahlilan … supaya antum JELASSSSSS ???? ADAKAH CONTOH DARI PARA SAHABAT KUMPUL-KUMPUL SAAT SALAH SATU SAHABAT MENINGGAL ???? Apakah antum lebih tahu dari mereka ??? Kalo tidak ada, berarti itu perkara baru yang diada-adakan dalam agama dan …… ITULAH BID’AH !!!!

    Jika antum mau dzikir bagus, lakukanlah adab-adabnya sesuai yang dicontohkan sesuai tuntunan Nabi yang mulia Muhammad Shalallahhu a’alayhi wasallam, …. tapi jangan nunggu orang mati.

    Mohon maaf, barakallahu fiik

  3. April 14, 2018 pukul 4:11 am

    sok pinter semua lu, kuyak sorga milik lu aja

  4. Maret 27, 2018 pukul 1:52 am

    Baca dengan seksama di bwh ini wahai para pembela tasawuf !!!!
    Kalian akan tahu betapa bobroknya aqidah kaliam !!!

    Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama’ah

    almanhaj.or.id

    BOBROKNYA WIHDATUL WUJUD/HULULIYAH/MENYATUNYA ALLAH PADA MAKHLUK
    DARI ILMU TASAWUF/ILMU KALAM/FILSAFAT YAHUDI

    Oleh
    Ustadz Muhammad Ashim bin Musthofa

    HAKIKAT KEYAKINAN WIHDATUL WUJUDDAN PELOPORNYA

    Keyakinan wihdatul wujud, merupakan pemahaman ilhadiyah (kufriyah) yang muncul setelah dipenuhi dengan keyakinan hulul. Yaitu, dalam istilah Jawa disebut manunggaling kawula lan gusti. Artinya, bersatunya makhluk dengan Tuhan, pada sebagian makhluk. Tidak ada keterpisahan antara keduanya. Muaranya, segala yang ada merupakan penjelmaan Allah Azza wa Jalla. Tidak ada wujud selain wujud Allah. Hingga akhirnya berpandangan, tidak ada sesuatu pun di alam semesta ini, kecuali Allah. Pemikiran sesat seperti ini, tidak lain kecuali berasal dari keyakinan Budha dan kaum Majusi.[1]

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, bahwa mereka (orang-orang yang berkeyakinan dengan aqidah wihdatul wujud) telah melakukan ilhad (penyimpangan) dalam tiga prinsip keimanan (iman kepada Allah, RasulNya dan hari Akhirat). Menurut Syaikhul Islam, dalam masalah iman kepada Allah, mereka menjadikan wujud makhluk merupakan wujud Pencipta itu sendiri. Sebuah ta’thil (penghapusan sifat-sifat Allah) yang sangat keterlaluan.[2]

    Pemahaman seperti ini sungguh sangat nista dan kotor. Karena, konsekwensinya berarti seluruh keburukan, binatang-binatang najis, kejahatan, iblis, setan dan perihal buruk lainnya merupakan jelmaan Allah. Maha Suci Allah dari perkataan orang-orang mujrimin (berbuat kejelekan).

    Keyakinan seperti inilah yang menjadi landasan aqidah Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Arabi Abu Bakr al Hatimi. Dia lebih dikenal dengan nama Ibnu ‘Arabi [3]. Lahir tahun 560 H di Andalusia dan meninggal tahun 638 H. Menurut adz Dzahabi, ia (Ibnu ‘Arabi) sebagai kiblat orang-orang yang menganut paham aqidah wihdatul wujud [4]. Simak dua bait syair yang tak pantas ini :

    Tidaklah anjing dan babi kecuali sesembahan kami
    Dan bukanlah Allah, kecuali seorang pendeta di gereja! [5]

    Lebih jauh Syaikhul Islam menjelaskan bahwa, keyakinan seperti ini diadopsi dari pemikiran para filosof, seperti Ibnu Sina dan lain-lain. Yang kemudian dikemas dengan baju Islam melalui tasawuf. Kebanyakan terdapat dalam kitab al Kutubul Madhnun biha ‘Ala Ghairi Ahliha.[6]

    SYUBHAT SEPUTAR UNGKAPAN KUFUR IBNU ‘ARABI
    Kitab Fushulul Hikam dan al Futuhat al Makkiyah, dua karya Ibnu ‘Arabi yang sangat terkenal ini, sarat dengan perkataan-perkataan tentang wihdatul wujud, penafian perbedaan antara Khaliq (Pencipta) dengan makhlukNya, dan penetapan penyatuan antara keduanya. Sangat jelas, dari dua buku ini, betapa rusak aqidah penulisnya dan orang-orang yang mengikutinya.

    Sebagai contoh, misalnya dalam sebuah penggalan syairnya, Ibnu ‘Arabi berkata:

    الْعَبْدُ رَبٌّ وَالرَّبُّ عَبْدٌ يَا لَيْتَ شِعْرِيْ مَنِ الْمُكَلَّفُ

    Hamba adalah Rabb, dan Rabb merupakan hamba
    Aku bingung, siapa gerangan yang menjadi mukallaf.

    Ia juga mengatakan :

    عَقَدَ الْخَلَائِقُ فِيْ الْإلِه عَقَائِدَ وَأَنَا اعْتَقَدْتُ جَمِيْعَ اعْتَقَدُوهُ

    Semua makhluk berkeyakinan tentang ilah (sesembahan) dengan berbagai keyakinan
    Dan aku berkeyakinan (tentang ilah) dengan seluruh yang mereka yakini itu.[7]

    Begitu juga dengan perkataannya :

    Dia menyanjungku, aku pun memujiNya
    Dia menyembahku, dan aku pun menyembahNya.

    Dalil yang ia catut untuk mendukung argumentasinya, yaitu firman Allah dalam an Nur/24 ayat 39 :

    وو جد الله عنده

    “Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya”.

    Juga dengan mengusung hadits palsu berikut :

    مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ

    “(Barangsiapa mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Rabb-nya)”.

    Mengenai argumentasi yang dibawakan ini, Dr. Ghalib ‘Awaji memberikan komentar : “Ini merupakan istidlal (pengambilan dalil) yang sangat aneh dan mungkar yang diucapkan oleh seseorang. Bagaimana mungkin mengatakan al Qur`an dan Sunnah mengajak ilhad dan kekufuran kepada Allah? Oleh karenanya, Ibnu Taimiyah mengatakan, kekufuran mereka lebih parah daripada kekufuran Yahudi dan Nashara serta kaum musyrikin Arab” [9]. Adapun Ahlu Sunnah menetapkan, sebagaimana dikatakan Ibnul Abil ‘Izz rahimahullah [10] : “Ahlu Sunnah bersepakat, tidak ada sesuatu pun menyerupai Allah, baik pada dzatNya, sifatNya maupun af‘al (perbuatan-perbuatan)Nya”.

    Mengenai keimanan kepada hari Akhir, Ibnu ‘Arabi berpendapat, bahwa penghuni neraka juga merasakan kenikmatan di neraka, sebagaimana yang dinikmati oleh penghuni jannah di jannah. Karena adzab (yang berarti siksaan), disebut demikian, lantaran kenikmatan rasanya (‘udzubatu tha’mihi, dari kata adzbun yang berarti lezat).

    Sementara itu, tentang keimanan kepada para rasul, penganut wihdatul wujud juga melakukan penodaan yang tidak ringan terhadap gelar terhormat para rasul. Menurut mereka, penutup para wali Allah itu lebih berilmu daripada penutup kenabian. Mereka berpendapat, para nabi -termasuk pula Nabi Muhammad- mengambil ilmu dari celah wali terakhir.

    Tentu, pendapat seperti ini, sangat jelas melanggar nash-nash agama dan cara berpikir yang . Seperti sudah dimaklumi, orang yang datang di akhir, ia akan mengambil manfaat dari orang yang berada di depannya. Bukan sebaliknya. Dalam perspektif agama, wali Allah yang paling utama, ialah orang-orang yang mengambil ilmu dari nabi yang mulia. Dan wali Allah yang paling mulia dari umat ini adalah, orang-orang shalih yang menyertai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman:

    “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mu’min yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula”. [at Tahrim/66 : 4].

    Menurut kesepakatan para imam salaf dan khalaf, wali Allah yang paling afdhal adalah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu kemudian ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu.

    Berbeda dengan pandangan orang-orang mulhid tersebut (Ibnu Arabi dkk), mereka lebih mengutamakan ahli filsafat ketimbang seorang nabi. Ibnu ‘Arabi sendiri mengatakan : “Sesungguhnya penutup para wali mengambil langsung dari piringan logam yang diambil oleh malaikat untuk diwahyukan kepada nabi”. Pernyataan ini sangat nampak pelanggarannya terhadap al Kitab, as Sunnah dan Ijma’.[11]

    MِEREKA LEBIH BODOH DARI FIR’AUN [12]
    Orang-orang yang mengklaim telah mencapai tingkatan tahqiq, ma’rifah, dan wilayah yang memegangi aqidah wihdatul wujud, asal-muasal perkataan mereka merujuk pernyataan Bathiniyah, dari kalangan kaum filosof, Qaramithah dan semisalnya. Mereka sejenis dengan Fir’aun, namun lebih bodoh darinya. Fir’aun, memang sangat keras pengingkarannya, tetapi ternyata, ia tetap meyakini keberadaan Pembuat alam semesta (Allah) yang berbeda dengan alam semesta. Fir’aun memperlihatkan pengingkaran, tidak lain karena demi meraih kharisma, dan bermaksud menunjukkan jika perkataan Musa sama sekali tidak ada hakikatnya. Lihat al Qur`an surat al Mu’min/40 ayat 36-37.

    Sedangkan penganut wihdatul wujud, meski meyakini adanya Pembuat alam semesta ini, tetapi mereka tidak menetapkan wujudNya yang berbeda dengan alam ini. Mereka berpendapat, wujudNya sama dengan wujud alam semesta. Bahkan menjadikan Dia menyatu dengan alam semesta. Sungguh suatu pandangan batil yang sangat menyimpang. Bagaimana mungkin al Khaliq sama dengan makhlukNya dari segala sisi? Allah berfirman:

    “… Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. [asy Syura/42 : 11].

    Al Imam ath Thahawi mengatakan: “Persangkaan-persangkaan tidak bisa sampai kepada (hakikat)Nya. Pemahaman-pemahaman pun tidak akan mencapai (hakikat)Nya”. Ibnu Abil ‘Izzi menambahkan pernyataan al Imam ath Thahawi ini dalam syarahnya dengan mengatakan : “Dan Allah Ta’ala tidak diketahui bagaimana dzatNya, kecuali Dia sendiri Subhanahu wa Ta’ala . Kita mengenalNya hanyalah melalui sifat-sifatNya” [14]. Syaikhul Islam juga mengatakan : “Aqidah yang dibawa para rasul dan yang termuat pada kitab-kitab yang Allah turunkan, serta sudah menjadi kesepakatan Salaful Ummah dan para tokohnya, yaitu penetapan pencipta yang berbeda dengan ciptaannya, dan Dia berada di atasnya (ciptaanNya)”. [15]

    Demikian ditinjau dari aspek agama (dalil). Sedangkan dari aspek aqli (logika), sungguh tidak mungkin pencipta menyerupai yang dicipta. Apalagi kalau semua makhluk adalah juga pencipta. Tentu sangat mustahil.

    PENGUSUNG AQIDAH WIHDATUL WUJUD LAINNYA
    Selain Ibnu ‘Arabi, ada beberapa tokoh yang ikut mengusung pemikiran wihdatul wujud. Di antaranya adalah Ibnul Faridh. Dalam kumpulan syairnya yang populer, yaitu Ta`iyyah, ia mengungkapkan hakikat aqidahnya. Dia menyatakan dirinya sebagai mumatstsil kabir lillah (penjelma Allah yang besar) dalam sifat dan perbuatanNya.

    Abdul Qadir al Jili, penulis kitab al Insanul Kamil, guru Abdul Qadir al Jailani. Dalam salah satu selorohannya, ia berkata : “Dan sesungguhnya aku adalah Rabb bagi alam. Dan penguasa seluruh manusia itu sebuah nama. Dan akulah orangnya”.

    Abu Hamid al Ghazali, dalam kitab Ihya` Ulumuddin, saat menjelaskan maratibut tauhid (tingkatan-tingkatan tauhid) yang keempat, ia mengatakan : “Tingkatan tidak melihat dalam alam ini kecuali satu wujud saja”.

    Untuk menjawab kebingungan orang yang mempermasalahkan bagaimana bisa dikatakan satu, padahal banyak hal yang terlihat dan berbeda-beda? Maka ia menjawab: “Ketahuilah, itulah puncak mukasyafat dan rahasia-rahasia ilmu. Tidak boleh dituangkan dalam sebuah kitab. Orang-orang yang arif berkata,’Membeberkan rububiyah adalah kufur’.”

    Jawaban ini mengandung tuduhan kepada Allah dalam menjelaskan aqidah, karena secara implisit dari jawabannya berarti Allah belum menerangkannya dengan sejelas-jelasnya, demikian juga Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam. tidak diketahui kecuali orang-orang yang sudah mencapai tingkatan kasyf dalam wacana sufi. [16]

    Jalaluddin ar Rumi, penyair dari Persia (Iran) ini, dalam kumpulan puisinya yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Arab, ia mengatakan: [17]

    Bila di dunia ini ada orang mukmin, orang kafir atau pendeta Nashrani, maka aku adalah dia.
    Aku hanya punya satu tempat ibadah, baik itu masjid, gereja ataupun candi.

    WIHDATUL AD-YAN (PENYATUAN AGAMA-AGAMA) SALAH SATU KONSEKWENSI DARI WIHDATUL WUJUD
    Dengan pemikiran yang telah dipaparkan di atas, keyakinan Wihdatul Wujud, juga melahirkan wacana, yang kini telah digagas para pengekornya, yaitu usaha untuk mempersatukan agama-agama. Sebuah anggapan bahwa semua agama adalah benar, memiliki tujuan yang sama. Yaitu menyembah tuhan yang sama, hanya berbeda dalam cara. Pandangan sesat seperti ini, tidak diragukan lagi merupakan kekufuran yang sangat nyata.[18]

    Tak ayal, pemikiran ini mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari kalangan Orientalis dan musuh-musuh Islam lainnya. Karena, pada gilirannya berarti semua keyakinan adalah benar, tidak ada perbedaan antar-manusia. Seluruh agama kembali kepada satu keyakinan, karena semuanya jelmaan dari Tuhan.

    Dikatakan oleh Allen Nicholson, diantara konsekwensi pemikiran wihdatul wujud, yaitu pernyataan mereka tentang kebenaran semua aqidah dalam agama-agama, apapun bentuknya.

    Lebih jauh ia mengatakan : “Sebenarnya al Ghazali lebih toleran terhadap sebagian sufi Wihdatul Wujud, semisal Ibnu ‘Arabi dan lain-lainnya dari kalangan sekte sufi yang menjadi kawan-kawan kami dalam agama liberal itu, dengan seluruh maknanya”.[19]

    Sudah pasti Islam berlepas diri dari pemikiran yang sangat menyimpang ini. Pemikiran ini telah mencampur-adukkan antara yang benar dan batil. Sehingga dapat menyebabkan hilangnya identitas kaum Muslimin, meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar, dan jihad di jalan Allah.

    Oleh karena itu, kaum Orientalis memberikan perhatian yang besar terhadap keyakinan rusak ini. Yaitu dengan lebih memperdalam mengkaji tentang tashawwuf. Karena, tashawwuf ini mendukung sebagian tujuan mereka. yakni untuk melupakan kaum Muslimin dengan ajaranya, dan juga unutk memecah-belah kaum Muslimin. Dengan pemikiran Wihdatul Wujud, orang-orang Orientalis merasa memiliki sarana yang tepat untuk menyebarkan berbagai kekufuran.

    KISAH ORANG YANG BERTAUBAT DARI AQIDAH IBNU ‘ARABI
    Ibnu Taimiyah rahimahullah mengisahkan : Ada seseorang yang tsiqah (terpercaya) telah bertaubat dari mereka. Ketika ia mengetahui rahasia-rahasia mereka, maka ada (penganut wihdatul wujud) yang membacakan buku Fushul Hikam karya Ibnu ‘Arabi.

    Orang yang tsiqah ini berkata : “Bukankah ini menyelisihi al Qur`an”.
    Orang itu menjawab,”Memang al Qur`an semuanya berisi kesyirikan. Tauhid hanya ada pada pernyataan kami saja,”

    Maka ia (orang yang tsiqah ini) kembali bertanya : “Kalau semua itu sama saja, mengapa putrimu diharamkan atasku, sementara istriku halal untukku?”.
    Orang itu menjawab,”Dalam pandangan kami, tidak ada bedanya antara istri dan anak perempuan. Semua halal (untuk dinikmati).” [20]

    Itulah sekilas tentang pemikiran Wihdatul Wujud. Masih banyak fakta-fakta sesat lainnya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pemikir ini. Bisa dijumpai dalam kitab-kitab yang mengkritisi alirah tashawwuf secara umum. Sebagian sudah ada yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Tema ini diketengahkan, supaya seorang muslim sadar dan berhati-hati terhadap aqidah yang sesat ini.
    Wallahul hadi ila shirathil mustaqim.

    Maraji :
    – Ar Risalah ash Shafadiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (728 H), tahqiq Abu Abdillah Sayyid bin ‘Abbas al Hulaimi dan Abu Mu’adz Aiman bin ‘Arif ad Dimasyqi, Adhwau as salaf, Riyadh, Cetakan I, Th. 1423H.
    – Bayanu Mauqifi Ibnil Qayyim min Ba’dhil Firaq, Dr. ‘Awwad bin Abdullah al Mu’tiq, Maktabah ar Rusyd, Riyadh, Cetakan, III, Th. 1419H.
    – Da’watut-Taqribi Bainal Ad-yan, Dr. Ahmad bin Abdir Rahman bin ‘Utsman al Qadhi, Darul Ibnil Jauzi, Dammam, Cetakan I, Th. 1422H.
    – Firaq Mu’ashirah Tantasibu Ilal Islam, Dr. Ghalib ‘Awaji. Al Maktabah al ‘Ashriyyah adz Dzahabiyyah Jeddah. Cet. V. Th. 1426 H – 2005 M.
    – Hadzihi Hiyash Shufiyah, Abdur Rahman al Wakil, tanpa penerbit dan tahun.
    – Syarhul ‘Aqidatith-Thahawiyah, ‘Allamah Ibnu Abil ‘Izz al Hanafi, tahqiq sejumlah ulama, takhrij Syaikh al Albani, al Maktabul Islami, Beirut, Cetakan IX, Th. 1408H.

    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi (07-08)/Tahun X/1427/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
    _______
    Footnote
    [1]. Firaq Mu’ashirah, halaman 994.
    [2]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 247.
    [3]. Agar tidak timbul salah persepsi, perlu dibedakan antara Ibnu ‘Arabi dengan Ibnul ‘Arabi. Nama yang kedua diawali dengan alif lam ta’rif (Ibnu al ‘Arabi). Beliau adalah seorang ulama Malikiyah yang terkenal, dengan nama lengkap Abu Bakr Muhammad bin ‘Abdillah t (468-543 H). Di antara karyanya, Ahkamul Qur`an.
    [4]. Dinukil dari Da’watut Taqrib, 1/339.
    [5]. Dinukil dari Hadzihi Hiyash Shufiyah, halaman 64.
    [6]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 265. Kitab tersebut milik al Ghazali.
    [7]. Fushushul Hikam, halaman 345. Dinukil dari Da’watut Taqrib, 1/386.
    [8]. Al Fushush, halaman 83. Dinukil dari Hadzihi Hiyash Shufiyah hlm. 43.
    [9]. Firaq Mu’ashirah 3/994
    [10]. Syarhul ‘Aqidatit-Thahawiyah, halaman 98.
    [11]. Ar Risalah ash Shafadiyah, 251.
    [12]. Ar Risalah ash Shafadiyah, Ibnu Taimiyah, 262.
    [13]. Maqamat (tingkatan-tingkatan religi) dalam perspektif kaum Sufi.
    [14]. Syarhul ‘Aqitatith-Thahawiyah, halaman 117.
    [15]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 263.
    [16]. Firaq Mu’ashirah Tantasibu Ilal Islam, 3/1002. Penulis kitab ini menukil keterangan Syaikh Abdur Rahman al Wakil perihal taubat al Ghazali yang berbunyi : “As Subki berupaya membebaskan peran al Ghazali (dalam aqidah ini) dengan dalihnya, bahwa ia (al Ghazali) menyibukkan diri dengan al Kitab dan as Sunnah di akhir hayatnya. Namun demikian, kaum Muslimin harus tetap diperingatkan dari warisan-warisan pemikiran al Ghazali yang terdapat pada kitab-kitab karyanya”. Hadzihi Hiyash Shufiyah, halaman 52. Pembahasan tentang Imam al Ghazali, pernah kami angkat pada edisi 7/Th. VI/1423H/2002M.
    [17]. Dinukil dari Da’watut Taqrib (1/388-389).
    [18]. Lihat Mauqifu Ibnil Qayyim, halaman 141; Hadzihi Hiyash Shufiyah, halaman 93; Da’watut Taqrib, 1/381-405.
    [19]. Fit Tashawuf al Islami, Dinukil dari Hadzihi Hiyash Shufiyah, 50.
    [20]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 247.

  5. Maret 26, 2018 pukul 11:09 pm

    Sedangkan bidah yg tdk ada contoh dr nabi alaihi solatu wa salam adalah bidah madzmumah/dholalah/sesat… yasinan dipaskan hr kedua 7,100,1000, dll, itu dalil orang hindu &akal2 org skrg yg hobinya yasinan utk cari uang bkn pemahaman ulm salaf ahlu hadits spt imam syafii dn lainnya bhkn imam syafii dan lainya membantah mrk..wallohul mustaan

  6. Maret 26, 2018 pukul 10:58 pm

    Pendapat imam syafii ttg bidah mahmudah..liat penjelasan beliau !!!
    Bidah mahmudah yaitu bidah yg ada dalilnya dr quran dan sunah,seperti solat tarawih brjamaah, itu ada contoh dr nabi alaihi sholatu wa salam hny mengerjakan 3hr sj krn kawatir diwajibkan,, contoh lg pengumpulan mushab al quran, itu perintah nabi pd utsman bin afan&ubai bin ka’b..

  7. Maret 26, 2018 pukul 10:40 pm

    pendaoat ini hanya akal2an sj dr orang yang hobinya yasinan..
    bid’ah kok hasanah? semua bidah dholalah..,kullu bidatin dholalah“

  8. mangjajang
    November 11, 2017 pukul 10:09 pm

    mohon maaf sebelumnya tanpa mengurangi rasa hormat. untuk 7 hari 100hari dst itu kan dari hindu ya? menurut hemat saya kalau mau tahlilan yaa silahkan kapan saja dan tidak harus terpatok pada 7hari 100hari dst itu. khawatirnya terkena hadist “barang siapa yg mengikuti suatu kaum, maka dia termasuk kedalamnya”.

  9. Aku
    Juli 19, 2017 pukul 9:39 am

    Kalo saya mah nunggu Imam Mahdi ft. Nabi Isa aja deh, apa-apa yg kata beliau berdua membahayakan aqidah umat, yaudah, hantam, musnahin, kalo perlu genosida sekalian pelakunya. 😀

  10. Titik
    Juli 8, 2017 pukul 10:16 pm

    Yang bid’ah itu tahlilan bukan tahlil,,maaf yang bud’ah itu yasinan bukan yasin yang dlm rangka mengadakannya untuk mayit yg Telah dikubur,,3,7,40 /1000 itupun mrpkn ajaran hindu,yg masuk bercampur dengan islam saat uslam dikenalkan okeh pedagang gujarat

  11. Muhammad Yunus
    Juni 4, 2017 pukul 6:32 pm

    Saya rasa kita tidak perlu bersitegang. Coba kita kaji siapa Al-Jamaah yang dimaksud hadist ini itulah yang selamat, Insya Allah….

    Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan :

    عَنْ أَبِيْ عَامِرٍ الْهَوْزَنِيِّ عَبْدِ اللهِ بْنِ لُحَيِّ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ أَنَّهُ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أَلاَ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أََلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ .

    Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.”

    Keterangan:
    Hadits ini diriwayatkan oleh:
    1. Abu Dawud, Kitabus Sunnah Bab Syarhus Sunnah no. 4597, dan lafazh hadits di atas adalah dari lafazh-nya.
    2. Ad-Darimi, dalam kitab Sunan-nya (II/241) Bab fii Iftiraqi Hadzihil Ummah.
    3. Imam Ahmad, dalam Musnad-nya (IV/102).
    4. Al-Hakim, dalam kitab al-Mustadrak (I/128).
    5. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah (I/314-315 no. 29).
    6. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam Kitabus Sunnah, (I/7) no. 1-2.
    7. Ibnu Baththah, dalam kitab al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Najiyah (I/371) no. 268, tahqiq Ridha Na’san Mu’thi, cet.II Darur Rayah 1415 H.
    8. Al-Lalikaa-iy, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal Jama’ah (I/113-114) no. 150, tahqiq Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-Ghaamidi, cet. Daar Thay-yibah th. 1418 H.
    9. Al-Ashbahani, dalam kitab al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah pasal Fii Dzikril Ahwa’ al-Madzmumah al-Qismul Awwal I/107 no. 16.

    Semua Ahli Hadits di atas telah meriwayatkan dari jalan:
    Shafwan bin ‘Amr, ia berkata: “Telah menceritakan kepadaku Azhar bin ‘Abdillah al-Hauzani dari Abu ‘Amr ‘Abdullah bin Luhai dari Mu’awiyah.”

    Perawi Hadits
    a. Shafwan bin ‘Amr bin Haram as-Saksaki, ia telah di-katakan tsiqah oleh Imam al-‘Ijliy, Abu Hatim, an-Nasa-i, Ibnu Sa’ad, Ibnul Mubarak dan lain-lain.
    b. Azhar bin ‘Abdillah al-Harazi, ia telah dikatakan tsiqah oleh al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban. Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah seorang Tabi’in dan haditsnya hasan.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Ia shaduq (orang yang benar) dan ia dibicarakan tentang Nashb.” (Lihat Mizaanul I’tidal I/173, Taqribut Tahdzib I/75 no. 308, ats-Tsiqat hal. 59 karya Imam al-‘Ijly dan kitab ats-Tsiqat IV/38 karya Ibnu Hibban.)
    c. Abu Amir al-Hauzani ialah Abu ‘Amir ‘Abdullah bin Luhai.
    • Imam Abu Zur’ah dan ad-Daruquthni berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai).”
    • Imam al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban berkata: “Dia orang yang tsiqah.”
    • Al-Hafizh adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia adalah seorang perawi yang tsiqah.” (Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu V/145, Tahdzibut Tahdzib V/327, Taqribut Tahdzib I/444 dan kitab al-Kasyif II/109.)

    Derajat Hadits
    Derajat hadits di atas adalah hasan, karena ada seorang perawi yang bernama Azhar bin ‘Abdillah, akan tetapi hadits ini naik menjadi shahih dengan syawahidnya.

    Al-Hakim berkata: “Sanad-sanad hadits (yang banyak) ini, harus dijadikan hujjah untuk menshahihkan hadits ini. dan al-Hafizh adz-Dzahabi pun menyetujuinya.” (Lihat al-Mustadrak I/128.)

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits ini shahih masyhur.”
    (Lihat kitab Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah I/405 karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany, cet. Maktabah al-Ma’arif.)

    Sumber: https://almanhaj.or.id/453-kedudukan-hadits-tujuh-puluh-tiga-golongan-umat-islam.html

  12. Mei 1, 2017 pukul 5:51 pm

    baik seperti ini..
    kita sepakat bahwa mengikuti hukum allah dan mencontohi nabi muhammad saw sudah cukup membuat orang mendapatkan surga dan surga tertinggi tempat dimana seseorang yang kita contohi ( Nabi muhammad saw ) ada di firdaus..

    sekarang pertanyaan saya, surga firdaus mana yang ingin anda masuki tanpa mengikuti beliau SAW??

  13. Maret 20, 2017 pukul 3:04 am

    yang membid’ahkan tahlilan, saya do’akan, mudah2an ia masuk neraka….

    • surya
      Januari 23, 2018 pukul 3:36 am

      astagfirullah..doa yg sangat buruk,,kasian kali berdoa seperti ini

    • Maret 26, 2018 pukul 11:16 pm

      Doa yg sgt jelek, timbul krn fanatik golongan .tanpa ilmu hny emosi sj ..
      Doa yg jelek akan kembali mengenai dirinya sndiri yg brdoa..

  14. edo
    Februari 18, 2017 pukul 8:18 pm

    wahai akhwat/ikhwat ,tinggalkan lah blog ini, sesungguhnya ia adalah ahli bid”ah’
    ia akan di terima amalannya jika ia bertobat dari bid”ah nya.
    semoga Allah memberi taufiq dan hidayah.
    dan jauhkanlah perdebatan sesungguhnya itu lebih baik dari kalian

  15. Februari 17, 2017 pukul 7:28 am

    Nabiku yg sempura, yg paling pintar, yg paling bertakwa, yg paling jujur, ucapan dri mulutnya merupakan wahyu dari Allah
    Kalo ada ustad dizaman ini yg mengatakan (bid’ah hasanah) ini baik, dan ini baik, dan ini juga baik, padahal itu tak di ajarkan nabi, tak di ajarkan oleh 4 sahabat, tak di ajarkan oleh tabi’in, tak di ajarkan oleh at tabi’in, tuh berarti si ustad udah ngerasa lebih pintar dari nabi,
    Nabi muhammad tak akan di wafatkan Allah jika islam ini belum sempurna, Allah mewafatkan nabi itu berati islam sudah sempurna, jadi dlm urusan ibadah gak usah ditambahi, sadar ustad kamu tak sempurna kamu masih punya salah, sedang nabi Muhammad shalawlahu ‘alaihiwasalam terbebas dari dosa, jd aku lebih memilih ikut nabi dri pada ikut ustad, aku ikut ustad yg juga mengikuti nabi.

  16. Muhammad Akbar
    Oktober 14, 2016 pukul 7:13 am

    “Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil
    yang melarangnya,..”

    Menurut yg pernah sy dengar dari seorang ustad bahwa klw soal makanan, semua makanan itu asal hukumnya halal sampai ada dalil shahih yang mengharamkannya, sedangkan klw ibadah adlh semua ibadah itu asal hukumnya tidak dianjurkan sampai ada dalil shahih yang menganjurkan atau minimal ada contoh dari Rasulullah atw para sahabat beliau.
    Intinya adlh mencari dalil yang menganjurkan bukan mencari dalil yg melarangnya.
    Klw kita mencari dalil yang melarang tahlilan sudah pasti tdk ada karena tahlilan itu belum ada dimasa Rasulullah
    Dan satu lagi, dari mana kita tahu klw Rasulullah mendiamkan masalah ini? Apakah tahlilan pernah dilakukan oleh para sahabat semasa Rasulullah masih hidup?
    Saudaraku, janganlah membuat kedustaan mengatas namakan Rasulullah hanya demi membela pendapat kita. Belum sampaikah kepada Anda hadits yang menyatakan ancaman bagi siapa yg berdusta atas nama Rasulullah?

  17. September 22, 2016 pukul 11:57 pm

    Assalammualaikum saudara sesama muslim, yg anda terangkan itu benar ttapi apa ada contoh yg dilakukan nabi dan para sahabat, kalo tahlillan dilakukan di hari 1,3,40,100, apa pernah dilakukan nabi dan para sahabat..? Cucu dan para sahabat nabi mninggal, nabi dan para sahabat tidak mentahlil kan nya, kalo ada riwayat sejarah agama yg mnyatakan nya dengan hadist yg shaih dan prnah di contokan nabi dan para sahabat itu baru benar, jngan dalil hadist yg isi nya brzikir, br doa di jadikan 1 ibadah khusus bagi orang yg mninggal dengan tahlil lan, tahlil arti nya la ilahaillallah, itu benar tp pnempatan tahlillan orang mninggal itu apa prnah dilakukan nabi dan para sahabat, yg ada riwayat nya bersedekah buat si mayat, jngan wahyu yg mngikuti logika, tetapu logika lah yg harus mngikuti wahyu

  18. daris
    September 16, 2016 pukul 3:51 pm

    mengumandangkan (Dzikir) Tahlil, Takbir, Tahmid itu ibadah dan jelas ada tuntunannya(baca hadits memperbanyak dzikir dgn cara mengumandangkan/jahr pada hari tasrik), kalau sesudah hari tasrik kita mengumandangkan tahlil, takbir, tahmid justru akan disukai syetan, karena bid’ah.

  19. muhammad fuad
    Juni 20, 2016 pukul 10:46 pm

    Ass.w.w, mohon penjelasan, tahlilan sesudah shalat maghrib, subuh dan tarwih dipimpin imam, adakah disunnahkan, wass, terima kasih.

    • Ari
      Juli 3, 2017 pukul 2:52 pm

      Kita zikir aja mas… bukan hanya tahlil, tapi tahmid, tasbih, tahbir… dengan suara lirih (supaya tidak mengganggu orang yang mau solat)

  20. Firman
    April 18, 2016 pukul 10:45 am

    Didalam hadits Arbaa’in

    Hadits 1: Ikhlas

    HADITS PERTAMA
    عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
    ]رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة[
    Arti Hadits /ترجمة الحديث:
    Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
    (Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .
    Catatan :
    Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
    Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).
    Pelajaran yang terdapat dalam Hadits /الفوائد من الحديث:
    Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
    Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
    Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah.
    Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
    Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
    Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
    Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.

    Hadits 2: Iman, Islam, dan Ihsan

    HADITS KEDUA
    عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .
    ]رواه مسلم[
    Arti hadits /ترجمة الحديث:
    Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.
    (Riwayat Muslim)
    Catatan :
    Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
    Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah)
    Pelajaran yang terdapat dalam hadits /الفوائد من الحديث:
    Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
    Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
    Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata: “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
    Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
    Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.
    Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.
    Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
    Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.

  21. Firman
    April 18, 2016 pukul 10:39 am

    Msing2 udh sperti ank kecil yg berebut kursi,ga jls smua, lakukan apa yg diyakini,diterima ibadah’y / tdk itu hak Allah dlm rahasia Nya,blm tentu ibadah yg slma ini kita kerjakan diterima Allah, maka jgn bngga apa yg sdh dikerjakan,smua itu hanya sbatas perasaan

  22. Ratnasari
    Februari 20, 2016 pukul 5:42 am

    Bismillah, saya mencoba menjawab. Pertama, disini yang dilarang bukan tahlilnya bukan dzikirnya, tapi sesuatu yang diadakannya. Apakan mesti beribadah kepada Allah mendoakan yang telah wafat harus di tentukan harinya? Toh setiap hari akan sama saja kan kita tahlil tasbih dzikir. Karena nabi ga pernah mengajarkan hal seperti itu. Bisa dilihat hadist shohih ga ada yang menjelaskan nabi berkumpul untuk mendoakan yang telah wafat.(insyaAllah)

    Kedua, bagi orang yang sudah wafat maka terputuslah amalannya, kecuali 3 perkara 1. Anak yang soleh 2. Ilmu yang bermanfaat (ini pun ilmu agama, yang jika dikerjakan oleh orang yang diajari maka pahala akan mengalir untuk orang yg mengajari tanpa mengurangi pahala yang mengerjakan sedikitpun) 3. Amal jariyah, sodaqoh, sembelihan, haji itu termasuk akan sampai pahalanya ke orang yang sudah wafat (insyaAllah ini shohih tp saya lupa hadist apa).

    Dan menurut saya ga ada yang namanya bid’ah hasanah, ada hadist juga. Segala sesuatu yang bid’ah itu sesat, dan segala yang sesat tempatnya di neraka.
    Nabi berwasiat kembalilah kalian pada alquran dan sunnah rossul maka kalian tidak akan tersesat.
    Yang bilang ini adalah pemikiran sempit, maka otaknya lah yang perlu diperluas dengan apa itu taat pada Allah dan rosul

    • encep hendy
      Juni 30, 2016 pukul 3:30 am

      Udah !brapa ayat yg udh hafal di otak anda..udah belajarkah memahami alqur’an…
      Udah faham sama bid’ah..udah tahukah macam2 bid’ah..udah berapa kitab yg menerangkan tentang bid’ah yg anda hafal..
      Udah berapa puluh hadits yg anda hafal…
      Jgn bilang sesuatu g ada kalo g tau ilmunya.
      Ilmu Anda tidak ada seujung kuku jaripun daripada mereka..

      • Juli 11, 2016 pukul 4:11 am

        Encep Hadi dikasih tau yg benar malah kebakaran jenggot.. apa yg diajarkan nabi itu yg kita kerjakan sebagai umatnya. Jgn menambah nambahi atau bahkan mengurangi. Nabi Muhammad sudah cukup dia orang yg paling pintar dan lebih tahu. Kalo anda berani menambah nambahi ajaran beliau sama juga anda meremehkan ajara beliau yang sudah beliau ajarkan selama ia hidup dan anda merasa lebih pintar dari beliau dan lebih mengikuti ajaran kiyai ketimbang ajaran beliau nabi Muhammad..

  23. Februari 8, 2016 pukul 9:40 pm

    Sebenarnya yg anda mau itu tahlilan di tempat org yg kematian atau makanannya sih??? Apalagi sampai berhari2. Kasian kan keluarga yg berduka. Tahlilan boleh aja asal tau tempatnya

  24. johan
    Januari 25, 2016 pukul 6:12 am

    kebiasaan orang indonesia sukanya menambah nambah astafirullah di tambah astafirullah hal adziem dan masih banyak contoh lg yg di tambah tanbahi lg di alquran sudah di jelaskan Allaah telah menyempurnakan agama islam melalui Rassulnya orang menambahi lgi biar lebih sempurna wooo pemuka pemuka islam kita di atas nabi dong ilmunya

  25. bagus wijanarko
    Januari 21, 2016 pukul 2:00 pm

    aneh orang tahlinan kok di bilang ibadah? kenapa dilarang orang kumpul2 baca doa yang baik2 … aneh ni sodara ku
    تْ نَفْسُهَا وَلَمْ تُوصِ، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ، إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا (رواه البخارى و مسلم)
    Dari Aisyah RA, ada seorang lelaki datang pada Nabi SAW lalu berkata: “Ibuku mati mendadak, sementara beliau belum berwasiat. Saya yakin, andaikan beliau sempat berbicara, beliau akan bersedekah. Apakah beliau akan mendapat aliran pahala jika saya bersedekah atas nama beliau?” Nabi SAW menjawab, “Ya. Bersedekahlah atas nama ibumu.” (HR.Bukhari dan Muslim/Shahih)

  26. albaini
    Januari 5, 2016 pukul 6:51 am

    Bagi saya yang bodoh cukup ikuti sunnah yg diajarkan rosulullah saja yg pasti kebenarannya. Saya tidak mau ikut2an buat2 ibadah dan mencontoh ibadah2 yg menjadi perdebatan, sunnah yg diajarkan rosulullah saja belum tentu kita mampu melksanakannya. Karena saya merasa bodoh tak berani mengaku lbh pintar dari nabi yg sudah jelas menerima wahyu dari allah

  27. Desember 28, 2015 pukul 12:48 am

    ASTAGHFIRRLLAAHH AL’ADZIIM

  28. agustina
    Juli 6, 2015 pukul 3:04 am

    Allah sudah menyempurnakan Islam jadi tidak perlu menambah-nambahi lagi dengan berbagai alasan apapun.
    Cinta Rosulullah sholallahu ‘alaihi wassalam berarti mengikuti sunnah-nya.

  29. Fajrin
    April 26, 2015 pukul 12:48 pm

    Jadi yg Bnar Apa.. ??
    Saya masih Bingung, Sebagian ada melarang nya Sebagian nya lagi ada meng iya kan nya…

    • abu sufian
      November 7, 2015 pukul 12:31 pm

      ga usah bu ngapain repot2, lagi pula ga ada riwayat bahwa Rasulallah shalallahu’alaihi wasallam dan para shahabat melakukannya

  30. StunBy
    September 26, 2014 pukul 5:19 pm

    Hmmm
    Yg Hak itu Jelas
    Yg Bathil itu Jelas
    Cukup bagiku petunjuk Nabi yg dgn Jelas di tunjuk sebagai Uswah.
    Jangankan Ibadah yg BARU,,yg udah ada contohnya juga sulitnya bukan main untuk tetap kontinyu.
    Mudah2an kita tdk tergoda dgn agama Islam ini dgn menghiasinya
    sedemikian rupa.
    Semua Imam Madzhab bilang yg intinya ” jika pendapatku bertentangan dgn Hadis shohih,buanglah pendapatku dan itulah madzhabku”.

  31. rahmat santoso
    Juli 15, 2014 pukul 9:44 am

    maaf untuk sdr muhamad@ Allah memerintahkan bersholawat, setiap perintah pasti ada tata caranya, baca tafsirnya ya jgn cuma terjemahanya saja.

  32. Omar
    Februari 11, 2014 pukul 2:42 pm

    Kalian artikan sendiri apa yang kalian baca, jangan gunakan fanatik anda pada lembaga agama dan tradisi tertentu untuk menyetujuinya, gunakan akal anda untuk mencernanya,, apakah itu benar ada dalam al qur’an atau hadits atau tidak ada,, semoga allah memberikan penjelasan mengenai apa yang kalian perselisihkan.,

  33. Alyamani 12
    Januari 29, 2014 pukul 6:40 pm

    Subhanallah…….kembalikan ke hati masing dan kadar ilmu kita saudaraku……..coba baca salah satu hadits arba’in Imam Nawawi, tentang apa itu Kebaikan dan apa itu dosa. Ingat saudaraku, yang model begini yang diharapkan terjadi oleh para orientalis barat, kita saling hujat. ingat saudaraku, fitnah Dajjal sungguh sangat dahsat…….semua yang kita debatkan disini adalah persoalan khilafiah,Jangankan potongan kita saudaraku, Ulama-ulama kita saja masih berbda pemahaman soal yang beginian, jadi ayo kita ikuti kata ulama yang menurut kita benar, sebab Para Ulama/Wali adalah pewaris Para Nabi. Seandainya tidak ada para ulama niscaya akan semakin kaburlah pemahaman kita tentang Islam, sebab tidak semua Nas/dalil yang dapat langsung kita pahami, perlu ada bantuan ulama kita yang memperjelaskan apa maksudnya. dan kewajiban kita orang awwan untuk mendengar dann mengikuti para Ulama, sebab Rasulullah pernah bersabda : sesungguhnya para ulama tidak akan mungkin sepakat dalam keburukan/kemaksiatan. Kecuali kita sudah memiliki ilmu seperti ulama bolehlah langsung melaksanakan apa yang terkandung dalam nas/dalil.Sekali lagi jangan kita mengabaikan pendapat para ulama, mengikuti ulama sama artinya kita telah megikuti Rasulullah SAW.
    Coba apa arti pewaris……..nah kalau kita sudah maklum dengan maksud Pewaris, niscaya kita akan dapat saling menghormati pendapat yang lain yang berbeda dengan kita. Adakah dalam sejarah ketika Imam Syafii Ra, berbeda pendapat dengan Imam Abu Hanifah atau hambali serta merta mengatakan yang lain ahli bid’ah atau sesat ?????Hanya kita saudaraku yang bukan Mujtahid, bukan ulama yang sering panas dada manakala ada saudara kita yang bebrbeda dengan kita. Jadi kalau masih ada dalam hati atau ucapan kita yang mengatakan saudara lain fasik, ahli bid’ah atau sebuatan buruk lain itu tanda nya keimanan kita masih perlu dipertayakan. Banyak ustad-ustad zaman sekrang yang bergelar LC atau MA dll berani mengatakan ulama-ulama terdahulu keliru atau secara tidak langsung mengatakan telah mengajarkan Bid’ah dll, Jadi Yok kita perkuat barisan kita, musuh Islam sedang mengintai dan bersorak gembira melihat sesama umat Islam saling Hujat dan klaim-mengklaim ” Pendapat kami yang benar “Semoga jadi renungan kita semua, terutama sekali buat ustad-ustad muda kita, Tidak akan pernah dijumpai suatu zaman yang LEBIH BAIK dari zaman sebelumnya ( Kata Rasul kita ), Ulama -ulama kita yang dulu sangat Ikhlas dan penuh keimanan mempelajarai dan mengajarkan Islam, sudahkah ustad-ustad kita yang banyak muncul di TV-TV ( Rodja, dll ) ” IKHLAS ” ???????

  34. Alyamani 12
    Januari 29, 2014 pukul 6:05 pm

    Saudaraku semua, kita semua benar, jika menurut kita tahlilal baik ayo lakukan dengan mengharap ridlo Allah, jika menurut kita itu tidak benar, ya tinggalkan, karena keduanya punya dalil yang dari segi pemahaman setiap kepala beda. ayo kita belajar memepelajari apa kata ulama-ulama kita, yang mengatakan tahlilan baik banyak ulama kaliber, yang sebaliknya pun demikian, jadi persoalan khilafiyah sudaraku……selama kita belum menjamin kita pasti masuk surga, berbuatlah menurut kita baik ( berdasarkan ilmu yang kita miliki atau kita dengar dari guru-guu terpercaya kita ). Hanya saja mohon maaf ” Tahlil ” itu bacaan Laailaha Illallah….kegiatan membaca Laailaha Illallah namanya Tahlilan, mungkin saja disetiap negra beda namanya, namun kandungan kegiatannya sama. Ingat ngga saat malam Idul Fitri kenapa disebut malam Takbiran…..????karena ada bacaan Takbir Allahuakbar. Jadi ayo kita belajar lagi

  35. ipu
    Desember 16, 2013 pukul 1:52 pm

    langit dan bumi juga termasuk bid’ah, saudara-saudara. coba cek albaqoroh 117. hehe.

  36. yunengsihcahya
    Mei 29, 2013 pukul 3:22 pm

    Klo ga faham ga usah berkomentar.

  37. Ahmad Syafei
    Mei 16, 2013 pukul 12:23 am

    kalau mnrt saya org yang sangat minim ilmu menganggap bahwa tahlilan , yasinan dll itu sah sah saja kita laksanakan ok gak mau juga gpp . saya anggap itu bukan bid’ah . Saya percaya bahwa berzikir kpd allah itu sangat baik dan apabila kita menghadiahkan itu kpd yang sudah meninggal itu mmg benar adanya . Jangan terlalu ruwet kalau anda percaya jalankan kalau tidak yha tidak usah. Setiap org punya keyakinan dan kepercayaan dalam diri masing masing. Jgn bilang yasinan tahlilan itu kena azab allah . Anda melihat islam itu scr logika saja . hal hal spt ini adalah sdh keyakinan . YAng mau kerjakan yang tidak yha sudah gitu aja kok rempong

    • Danny
      Juli 25, 2013 pukul 12:48 pm

      Oleh: Suhadi

      Perintis, pelopor dan pembuka pertama penyiaran serta pengembangan Islam di Pulau Jawa adalah para ulama/mubaligh yang berjumlah sembilan, yang populer dengan sebuatan Wali Songo. Atas perjuangan mereka, berhasil mendirikan sebuah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berpusat di Demak, Jawa Tengah.

      Para ulama yang sembilan dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam di tanah Jawa yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha mendapat kesulitan dalam membuang adat istiadat upacara keagamaan lama bagi mereka yang telah masuk Islam.

      Para ulama yang sembilan (Wali Songo) dalam menangguangi masalah adat istiadat lama bagi mereka yang telah masuk Islam terbagi menjadi dua aliran yaitu ALIRAN GIRI dan ALIRAN TUBAN.

      ALIRAN GIRI adalah suatu aliran yang dipimpin oleh Raden Paku (Sunan Giri) dengan para pendukung Raden Rahmat (Sunan Ampel), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan lain-lain.

      Aliran ini dalam masalah ibadah sama sekali tidak mengenal kompromi dengan ajaran Budha, Hindu, keyakinan animisme dan dinamisme. Orang yang dengan suka rela masuk Islam lewat aliran ini, harus mau membuang jauh-jauh segala adat istiadat lama yang bertentangan dengan syari’at Islam tanpa reserve. Karena murninya aliran dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam, maka aliran ini disebut ISLAM PUTIH.

      Adapun ALIRAN TUBAN adalah suatu aliran yang dipimpin oleh R.M. Syahid (Sunan Kalijaga) yang didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Djati.

      Aliran ini sangat moderat, mereka membiarkan dahulu terhadap pengikutnya yang mengerjakan adat istiadat upacara keagamaan lama yang sudah mendarah daging sulit dibuang, yang penting mereka mau memeluk Islam. Agar mereka jangan terlalu jauh menyimpang dari syari’at Islam. Maka para wali aliran Tuban berusaha agar adat istiadat Budha, Hindu, animisme dan dinamisme diwarnai keislaman. Karena moderatnya aliran ini maka pengikutnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengikut aliran Giri yang “radikal”. aliran ini sangat disorot oleh aliran Giri karena dituduh mencampur adukan syari’at Islam dengan agama lain. Maka aliran ini dicap sebagai aliran Islam abangan.

      Dengan ajarah agama Hindu yang terdapat dalam Kitab Brahmana. Sebuah kitab yang isinya mengatur tata cara pelaksanaan kurban, sajian-sajian untuk menyembah dewa-dewa dan upacara menghormati roh-roh untuk menghormati orang yang telah mati (nenek moyang) ada aturan yang disebut Yajna Besar dan Yajna Kecil.

      Yajna Besar dibagi menjadi dua bagian yaitu Hafiryayajna dan Somayjna. Somayjna adalah upacara khusus untuk orang-orang tertentu. Adapun Hafiryayajna untuk semua orang.
      Somayajna adalah upacara khusus untuk orang-orang tertentu. Adapun Hafiryayajna untuk semua orang.

      Hafiryayajna terbagi menjadi empat bagian yaitu : Aghnidheya, Pinda Pitre Yajna, Catur masya, dan Aghrain. Dari empat macam tersebut ada satu yang sangat berat dibuang sampai sekarang bagi orang yang sudah masuk Islam adalah upacara Pinda Pitre Yajna yaitu suatu upacara menghormati roh-roh orang yang sudah mati.

      Dalam upacara Pinda Pitre Yajna, ada suatu keyakinan bahwa manusia setelah mati, sebelum memasuki karman, yakni menjelma lahir kembali kedunia ada yang menjadi dewa, manusia, binatang dan bahkan menjelma menjadi batu, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain sesuai dengan amal perbuatannya selama hidup, dari 1-7 hari roh tersebut masih berada dilingkungan rumah keluarganya. Pada hari ke 40, 100, 1000 dari kematiannya, roh tersebut datang lagi ke rumah keluarganya. Maka dari itu, pada hari-hari tersebut harus diadakan upacara saji-sajian dan bacaan mantera-mantera serta nyanyian suci untuk memohon kepada dewa-dewa agar rohnya si fulan menjalani karma menjadi manusia yang baik, jangan menjadi yang lainnya.

      Pelaksanaan upacara tersebut diawali dengan aghnideya, yaitu menyalakan api suci (membakar kemenyan) untuk kontak dengan para dewa dan roh si fulan yang dituju. Selanjutnya diteruskan dengan menghidangkan saji-sajian berupa makanan, minuman dan lain-lain untuk dipersembahkan ke para dewa, kemudian dilanjutkan dengan bacaan mantra-mantra dan nyanyian-nyanyian suci oleh para pendeta agar permohonannya dikabulkan.*1

      Musyawarah Para Wali*2

      Pada masa para wali dibawah pimpinan Sunan Ampel, pernah diadakan musyawarah antara para wali untuk memecahkan adat istiadat lama bagi orang yang telah masuk Islam. Dalam musyawarah tersebut Sunan Kali Jaga selaku Ketua aliran Tuban mengusulkan kepada majlis musyawarah agar adat istiadat lama yang sulit dibuang, termasuk didalamnya upacara Pinda Pitre Yajna dimasuki unsur keislaman.

      Usulan tersebut menjadi masalah yang serius pada waktu itu sebab para ulama (wali) tahu benar bahwa upacara kematian adat lama dan lain-lainnya sangat menyimpang dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

      Mendengar usulan Sunan Kali Jaga yang penuh diplomatis itu, Sunan Ampel selaku penghulu para wali pada waktu itu dan sekaligus menjadi ketua sidang/musyawarah mengajukan pertanyaan sebagai berikut :

      “Apakah tidak dikhawatirkan dikemudian hari?, bahwa adat istiadat lama itu nanti akan dianggap sebagai ajaran Islam, sehingga kalau demikian nanti apakah hal ini tidak akan menjadikan bid’ah”?.
      Pertanyaan Sunan Ampel tersebut kemudian dijawab oleh Sunan Kudus sebagai berikut :

      “Saya sangat setuju dengan pendapat Sunan Kali Jaga”

      Sekalipun Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Drajat sangat tidak menyetujui, akan tetapi mayoritas anggota musyawarah menyetujui usulan Sunan Kali Jaga, maka hal tersebut berjalan sesuai dengan keinginannya. Mulai saat itulah secara resmi berdasarkan hasil musyawarah, upacara dalam agama Hindu yang bernama Pinda Pitre Yajna dilestarikan oleh orang-orang Islam aliran Tuban yang kemudian dikenal dengan nama nelung dino, mitung dina, matang puluh, nyatus, dan nyewu.

      Dari akibat lunaknya aliran Tuban, maka bukan saja upacara seperti itu yang berkembang subur, akan tetapi keyakinan animisme dan dinamisme serta upacara-upacara adat lain ikut berkembang subur. Maka dari itu tidaklah heran muridnya Sunan Kali Jaga sendiri yang bernama Syekh Siti Jenar merasa mendapat peluang yang sangat leluasa untuk mensinkritismekan ajaran Hindu dalam Islam. Dari hasil olahannya, maka lahir suatu ajaran klenik/aliran kepercayaan yang berbau Islam. Dan tumbuhlah apa yang disebut “Manunggaling Kaula Gusti” yang artinya Tuhan menyatu dengan tubuhku. Maka tatacara untuk mendekatkan diri kepada Allah lewat shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya tidak usah dilakukan.

      Sekalipun Syekh Siti Jenar berhasil dibunuh, akan tetapi murid-muridnya yang cukup banyak sudah menyebar dimana-mana. Dari itu maka kepercayaan seperti itu hidup subur sampai sekarang.

      Keadaan umat Islam setelah para wali meninggal dunia semakin jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya. para Ulama aliran Giri yang terus mempengaruhi para raja Islam pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk menegakkan syari’at Islam yang murni mendapat kecaman dan ancaman dari para raja Islam pada waktu itu, karena raja-raja Islam mayoritas menganut aliran Tuban. Sehingga pusat pemerintahan kerajaan di Demak berusaha dipindahkan ke Pajang agar terlepas dari pengaruh para ulama aliran Giri.

      Pada masa kerajaan Islam di Jawa, dibawah pimpinan raja Amangkurat I, para ulama yang berusaha mempengaruhi keraton dan masyarakat, mereka ditangkapi dan dibunuh/dibrondong di lapangan Surakarta sebanyak 7.000 orang ulama. Melihat tindakan yang sewenang-wenang terhadap ulama aliran Giri itu, maka Trunojoyo, Santri Giri berusaha menyusun kekuatan untuk menyerang Amangkurat I yang keparat itu.

      Pada masa kerajaan dipegang oleh Amangkurat II sebagai pengganti ayahnya, ia membela, dendam terhadap Truno Joyo yang menyerang pemerintahan ayahnya. Ia bekerja sama dengan VOC menyerang Giri Kedaton dan semua upala serta santri aliran Giri dibunuh habis-habisan, bahkan semua keturunan Sunan Giri dihabisi pula. Dengan demikian lenyaplah sudah ulama-ulama penegak Islam yang konsekwen. Ulama-ulama yang boleh hidup dimasa itu adalah ulama-ulama yang lunak (moderat) yang mau menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat yang ada. maka bertambah suburlah adat-istiadat lama yang melekat pada orang-orang Islam, terutama upacara adat Pinde Pitre Yajna dalam upacara kematian.

      Keadaan yang demikian terus berjalan berabad-abad tanpa ada seorang ulamapun yang muncul untuk mengikis habis adat-istiadat lama yang melekat pada Islam terutama Pinda Pitre Yajna. Baru pada tahun 1912 M, muncul seorang ulama di Yogyakarta bernama K.H. Ahmad Dahlan yang berusaha sekuat kemampuannya untuk mengembalikan Islam dari sumbernya yaitu Al Qur’an dan As Sunnah, karena beliau telah memandang bahwa Islam dalam masyrakat Indonesia telah banyak dicampuri berbagai ajaran yang tidak berasal dari Al Qur’an dan Al Hadits, dimana-mana merajalela perbuatan khurafat dan bid’ah sehingga umat Islam hidup dalam keadaan konservatif dan tradisional.

      Munculnya K.H. Ahmad Dahlan bukan saja berusaha mengikis habis segala adat istiadat Budha, Hindu, animisme, dinamisme yang melekat pada Islam, akan tetapi juga menyebarkan fikiran-fikiran pembaharuan dalam Islam, agar umat Islam menjadi umat yang maju seperti umat-umat lain. Akan tetapi aneh bin ajaib, kemunculan beliau tersebut disambut negatif oleh sebagian ulama itu sendiri, yang ternyata ulama-ulama tersebut adalah ulama-ulama yang tidak setuju untuk membuang beberapa adat istiadat Budha dan Hindu yang telah diwarnai keislaman yang telah dilestarikan oleh ulama-ulama aliran Tuban dahulu, yang antara lain upacara Pinda Pitre Yajna yang diisi nafas Islam, yang terkenal dengan nama upacara nelung dina, mitung dina, matang dina, nyatus, dan nyewu.

      Pada tahun 1926 para ulama Indonesia bangkit dengan didirikannya organisasi yang diberi nama “Nahdhatul Ulama” yang disingkat NU. Pada muktamarnya di Makasar NU mengeluarkan suatu keputusan yang antara lain :

      “Setiap acara yang bersifat keagamaan harus diawali dengan bacaan tahlil yang sistimatikanya seperti yang kita kenal sekarang di masyarakat”.

      Keputusan ini nampaknya benar-benar dilaksanakan oleh orang NU. Sehingga semua acara yang bersifat keagamaan diawali dengan bacaan tahlil, termasuk acara kematian. Mulai saat itulah secara lambat laun upacara Pinda Pitre Yajna yang diwarnai keislaman berubah nama menjadi tahlilan sampai sekarang.

      Sesuai dengan sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian, maka istilah tahlilan dalam upacara kematian hanya dikenal di Jawa saja. Di pulau-pulau lain seluruh Indonesia tidak ada acara ini. Seandainya ada pun hanya sebagai rembesan dari pulau Jawa saja. Apalagi di negara-negara lain seperti Arab, Mesir, dan negara-negara lainnnya diseluruh dunia sama sekali tidak mengenal upacara tahlilan dalam kematian ini.

      Dengan sudah mengetahui sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian yang terurai diatas, maka kita tidak akan lagi mengatakan bahwa upacara kematian adalah ajaran Islam, bahkan kita akan bisa mengatakan bahwa orang yang tidak mau membuang upacara tersebut berarti melestarikan salah satu ajaran agama Hindu. Orang-orang Hindu sama sekali tidak mau melestarikan ajaran Islam, bahkan tidak mau kepercikan ajaran Islam sedikitpun. Tetapi kenapa kita orang Islam justru melestarikan keyakinan dan ajaran mereka.

      Tak cukupkah bagi kita Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yg sudah jelas terang benderang saja yang kita kerjakan. Kenapa harus ditambah-tambahin/mengada-ada. Mereka beranggapan ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masih kurang sempurna.

      Mudah-mudahan setelah kita tahu sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian, kita mau membuka hati untuk menerima kebenaran yang hakiki dan kita mudah-mudahan akan menjadi orang Islam yang konsekwen terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya.

      Ada satu hal yang perlu kita jaga baik-baik, jangan sekali-kali kita berani mengatakan bahwa orang yang matinya tidak ditahlil adalah kerbau. Menurut penulis, perkataan seperti ini termasuk dosa besar, karena berarti Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya serta kaum muslimin seluruh dunia selain orang pulau Jawa yang matinya tidak ditahlili adalah kerbau semua.

      Na’udzu billahi mindzalik

  38. 456
    April 17, 2013 pukul 8:50 am

    saya setuju dengan komentar @yusnira
    hal yang sama yang aku yakini, SEKARANG BEGINI, sebagai gambaran :
    sya mau tanya apakah di negara lain pakstan, palestina, terutama di arab, ada / tidak yang namanya tahlilan orang yang meninggal. SETAHU SAYA TIDAK ADA.
    kalo toh memang ada dalilnya yang pasti semua muslim di dunia melaksanakannya. nah ini semua cuma tradisi orang indonesia saja. seperti yang anda terang kan di hadits yang di tulis di atas, cuma ada tiga hal yang pahala dan amalannya sampai kepada si mayit. jadi di luar yang 3 tersebut tidak akan sampai pahalanya kepada si mayit. gak usah repot masalah ibadah, kalau nabi tidak mencontohkan dan tidak menyuruh secara sohih gak usah di laksanain. apa mau kamu disebut sebagai ahli bid’ah ????????
    jangan sembarangan membuat keputuskan hukum agama, jangan gampang mentyatakan boleh yang di mana rosul tidak menyuruh dan memperbolehkan.

    sekarang masalah itungan 1 hari, 3 hari, 7 hari dst. itu dari mana bisa nentuin waktu seperti itu saudaraku ?????????? rosul sendiri tidak pernah menyuruh sahabat nya untuk berbuat demikian. kenapa lo laksanain ?????
    itu semua adat orang hindu, makanya ya pasti wajarlah banyak yang ngelakuin kaya gitu. agama yang pertama masuk ke indonesia adalah agama hindu,,,,,
    benerkan ????????????????????????????

    LAKUKAN APA YANG ROSUL PERINTAH KAN, DAN CONTOH APA YANG ROSUL PERBUAT, INSYA ALLOH SELALMAT DUNIA AKHIRAT. JANGAN BERIBADAH KARENA TURUN TENURUN, ATAU KATA KIYAI AJA YANG ASAL MEMVONIS APALAGI SEKEDAR APA KATA ORANG SAJA.

    • muhammad isnaini
      April 25, 2013 pukul 3:04 pm

      ma’af ya kalau saya angkt bicara.nabi juga tidak mencontohkan atau menyuruh bersholawat kepadanya tapi di al qur’an kita disuruh untuk bersholawat kepada nabi.apakah perintah qur’an juga bid’ah.kamu tahu sejarah pernikahan sekarang ini pa tidak.pernikahan ini adalah salah satu adab dari kaum jahiliyah.kenapa nabi tidak menghilangkan adat itu.nabi adja tidak menghilangkan adat knpa kita menghilangkan adat.apa kita lebih pintar dari nabi.apa kita lebih pintar dari para ulama.kata nabi ulama itu pewaris para nabi.apa kamu menyangkal hadits itu.orang tidak bisa menyalahkan n membenarkan ajaran lain.kebenaran hanya milik allah

      • Azmi jatim,
        Juni 2, 2018 pukul 2:58 pm

        Kalo ibadah itu perintah bukan larangan bro. Tidak boleh kita lakukan suatu ibadah kalo tidak ada perintahNya. 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, haul kematian, mana perintahNya mana dalilnya. HARAM BERIBADAH tanpa ada perintahNya. Kalo ibadah kita gak boleh punya kreasi sendiri, karena islam itu udah sempurna.

    • encep hendy
      Juni 21, 2016 pukul 4:48 pm

      Laut di bikin tinta..pepohonan di jadikan pena…g bkalan cukup untuk nulis ilmu..
      Setinggi apakah ilmu anda..udah berapa banyak hadis yg anda hafal dan bisa menjabarkan maknanya…udh berapa ayat yg bisa anda gali arti dan maknana???
      Klo ilmu anda masih dangkal..jgn asal nyamber…itu namanya batil
      G tau apa2 diam z jgn asal nyamber..kecuali anda memang sudah tau dan bisa mempertanggung jawabkannya

  39. April 17, 2013 pukul 8:31 am

    saya setuuu

  40. Icha
    April 6, 2013 pukul 11:12 am

    Tidak ada orang yg melarang dzikir kpd ALLAH.. Stau sy, shabis sholat mrupakan wkt dzikir yg pling baik.. Saya merasa paling aman melakukan aktiv. Ibadah sesuai syariat Nabi.. Tidak dengan mencampur adukan tradisi hindu ke dalam ajaran islam.. Cara kita bersedekah kpd mayit & sesuai syariat Nabi jg banyak..

  41. arul
    April 2, 2013 pukul 12:43 am

    Yang ku tau kata Umar radhiyallahu’anhu kalau orang kumpul-kumpul di rumah ahli mayit terus membuatkan makanan itu artinya meratapi mayit.

  42. Maret 28, 2013 pukul 3:20 pm

    @yusnia : afwan saya salah mengerti tulisan anti, afwan sekali lagi, saya coba menghapus komen saya tp tdk bisa

  43. Maret 28, 2013 pukul 3:13 pm

    @yusnia : sangat lemah sekali hujjah anda yg mengatakan
    “Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil
    yang melarangnya, itu adalah Bid’ah hasanah yang sudah diperbolehkan oleh
    Rasulullah saw”

    sekarang saya balik tanya pada anda, apakah membaca surat yasin pada saat rukuk atau sujud dilarang nabi? adakah dalilnya?

    perlu anda pahami 2 kaidah ini :
    1. hukum asal dari ibadah adalah haram sebelum ada perintah dari Alloh dan rosul-Nya
    2. Hukum asal muamalah itu halal sebelum ada larangan dari Alloh dan rosul-Nya

    jadi, dalam beribadah itu harus mengikuti perintah Alloh dan rosulnya bukan menunggu larangan
    sedangkan takziah 3 7 40 100 1000 tidak ada dan tidak diperintahkan pada jaman rosul masih hidup, lalu dari mana anda bilang rosul tidak melarangnya?
    kalaulah itu baik pastilah rosululloh sudah melakukannya karena rosul jelas lebih pintar,lebih alim,lebih istiqomah dari pada anda

    • Februari 17, 2017 pukul 1:28 pm

      Jgn lah kamu membaca al-quran saat rukuk dan sujud

      Subhanakallah humma robbama wabihamdika Allahummaghfirli
      Kamu ulek2 hadis, yg istilahnya kutubu tis’ah meliputi imam al bukhari, imam muslim, sunan abu dawud, sunan at tirmidzi, an nasa’i, ibnu majah.
      Kamu cari disana, ulek2 ulek2 insya Allah ketemu hadisnya,
      Nabi menghindari membaca al-quran disaat rukuk dan sujud

  44. Maret 28, 2013 pukul 3:10 pm

    @yusnia : sangat lemah sekali hujjah anda yg mengatakan
    “Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil
    yang melarangnya, itu adalah Bid’ah hasanah yang sudah diperbolehkan oleh
    Rasulullah saw”

    sekarang saya balik tanya pada anda, apakah membaca surat yasin pada saat rukuk atau sujud dilarang nabi? adakah dalilnya?

    perlu anda pahami 2 kaidah ini :
    1. hukum asal dari ibadah adalah haram sebelum ada perintah dari Alloh dan rosul-Nya
    2. Hukum asal muamalah itu halal sebelum ada larangan dari Alloh dan rosul-Nya

    jadi, dalam beribadah itu harus mengikuti perintah Alloh dan rosulnya bukan menunggu larangan
    sedangkan takziah 3 7 40 100 1000 tidak ada dan tidak diperintahkan pada jaman rosul lalu bagaimana rosul melarangnya?

    • Danny
      Juli 25, 2013 pukul 12:57 pm

      Tahlilan adalah budaya agama HINDU dan BUDHA…jd jangan mencampuradukkan ajaran ISLAM dengan ajaran agama lain…ISLAM agama yg dibawa oleh NABI BESAR MUHAMMAD SALALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM…ISLAM bukan AGAMA budaya…memang zikir pada ALLAH itu baik tapi harus sesuai dengan yg diperintahkan NABI…tapi klu tahlilan itu bid’ah, jd percuma saja berzikir diupacara tahlilan tapi amalannya ditolak atau tidak diterima..

      • Februari 17, 2017 pukul 1:23 pm

        Assalamu’alaikum. Mas mau tanya ayat yg bilang jgn mencampur adukkan kebenaran dan kebatilan itu surat apa ya, dan ayat apa?
        Saya kemarin nntn cerama ustad abdul aziz mualaf dr hindu ke islam, dia bilang sifat dari yasinan itu ada di dalam kitab hindu, dan dalilnya pun lumayan sekitar 200 dalil dr kitab hindu

  45. subadri
    Januari 4, 2013 pukul 11:53 pm

    bagi ane sih dalam segala urusan agama pasti ada contoh dari Rasullullah,ada contoh kita ikut ga ada contoh ya ga ikut….jangan masalah sepenting itu….masuk WC aja nabi contohin..

  46. Desember 18, 2012 pukul 4:51 pm

    merdeka………..

    • April 4, 2017 pukul 7:03 am

      bersatu berdaulat adil dan makmur

    • April 4, 2017 pukul 7:04 am

      bersatu berdaulat adil dan m
      akmur

  47. dian
    November 25, 2012 pukul 11:14 am

    Anang, yg sopan.. Ga pantas kata2 antum disandingkan dgn pembahasan d sini. Ga setuju,silahkan diam dan jalankan keyakinan anda sendiri. Yusnia, jazakillah..

  48. November 2, 2012 pukul 10:54 pm

    kalo segala sesuatu dinilai baik,menurut kita ya baik,tapi sesustu yg tidak di contohkan nabi sebaiknya kita tinggalkan,karena kita hanya mengira ngira aja menurut pikiran kita

  49. fulan
    Oktober 21, 2012 pukul 4:28 pm

    Wah kurang banyak tuh bang,,
    Pecel lele, bala-bala, gudeg jogja, perkedel, speda ontel, delman, skype, my space, kaskus juga bid’ah bang. Abang perlu blajar lagi tntang bid’ah…
    Bid’ah = sesat
    Hasanah = baik
    Bid’ah Hasanah = kesesatan yang baik??
    Bahkan anak SD pun bakalan nanya, “bang, kesesatan yang baik itu kaya gimana?”. Mo jawab apa dah?? Emang lupa bang sama hadits, “kullu bid’atin dholalah, wa kullu dholalatin finnaari”? “Stiap bid’ah adalah sesat, dan sesat itu tempatnya dineraka!”

    Soal ibadah itu hanya berdasarkan dalil yang mencontohkan bang, sampe kiamat juga ga bakalan ketemu dalil yg melarang kegiatan ini!! Tapi hati² bang, sholat magrib 25 rakaat khan lebih baik daripada 3 rakaat?? dan itu tdak ada dalil yang melarang!! Siapa saja bisa melakukannya!!

    Kami para salafi tidak pernah mengharamkan tahlil, bahkan stiap slsai shalat kami berdzikir, dan kami berdzikir sesuai dngn yg dicontohkan nabi. Yang kami persoalkan adalah kenapa tahlil ini dikhususkan untuk acara kematian 1 hari, 3 hari, 7 hari dst?? Bgaimana kalo diganti menjadi 8hari, 13hari, 27 hari dan mentok di 35 hari??

    Menurut abang penulis blog ini bararti keg. Tahlilan hukumnya adalah sunnah, dan saya mau nanya kalo ini sunnah bagaimana urutan bacaan tahlilan yang benar sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW?? Bukan dari ulama NU, walisongo apalagi buku panduan tahlilan yang cuma 20 halaman yang ga katauan siapa yang bikin!

  50. whina
    Oktober 11, 2012 pukul 3:11 pm

    masyaAllah membaca debat diatas ane yg belum mudeng apa apa malah jadi malu sendiri, ceritanya mau belajar mencari tau yang belum ane tau, kok malah jadi gelo gini ya

  51. September 11, 2012 pukul 5:50 pm

    astagfirullahh… yg bilang itu baru syaiton…. dh tahu kan sekarang mna syaitonnya… si anang t…

  52. beni
    Agustus 6, 2012 pukul 8:26 am

    Sudahlah kita tidak usah bertengkar masalah tahlilan ini kita serahkan kepada Allah Swt cuma saya berpikir apa manjur doanya orang yang tidak sholat apalagi shalat berjamaah kok diajak tahlilan atau doa bersama

  53. sunnah online
    Januari 2, 2012 pukul 8:28 am

    dalil SHAHIH keutamaan surat yaa siin:

    “Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang membaca surat Yasin pada malam hari, maka pagi harinya ia diampum oleh Allah. Barangsiapa yang membaca surat al-Dukhan, maka ia diampuni oleh Allah.” (HR Abu Ya’la).
    Menurut al-Hafizh Ibn Katsir, hadits ini sanad -nya jayyid (shahih). Komentar Ibn Katsir ini juga dikutip dan diakui oleh al-Imam al-Syaukani dalam tafsimya Fath al-Qadir

    “Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang membaca surat Yasin pada malam hari karena mencari ridha Allah, maka Allah akan mengampuninya,” (HR.Ibn Hibban dalam Shahih-nya).
    Hadits ini dishahihkan oleh al-Imam Ibn Hibban dan diakui oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam Tafsir-nya, al- Hafizh Jalahiddin al-Suyuthi dalam Tadrib al- Rawi , dan al- Imam al-Syaukani dalam tafsir Fath al-Qadir

    . Al-Syaukani berkata dalam al-Fawaid al- Majmu’ah sebagai berikut:

    “Hadits, “Barangsiapa membaca surat Yasin karena mencari ridha Allah, makaAllah akan mengampuninya diriwyatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Humairah secara marfu’ dan sanadnya sesuai dengan kriteria hadits shahih. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan al- Khathib. Sehingga tidak ada alasan merryebut hadits tersebut dalam kitab-kitab al-Maudhu’at (tidak benar menganggapnya sebagai haditsmaudhu’).”
    (Al-Syaukani,al-Fawaid al- Majmu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah , haL 302-303)

  54. YUSNIA
    Juni 21, 2011 pukul 2:23 pm

    ASSALAMULAIKUM
    “Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil
    yang melarangnya, itu adalah Bid’ah hasanah yang sudah diperbolehkan oleh
    Rasulullah saw, justru kita perlu bertanya, ajaran muslimkah mereka yang melarang
    orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, siapa yang alergi dengan suara Laa ilaaha
    illallah kalau bukan syaitan dan pengikutnya ?, siapa yang membatasi orang
    mengucapkan Laa ilaaha illallah?, muslimkah?, semoga Allah memberi hidayah pada
    muslimin, tak ada larangan untuk menyebut Laa ilaaha illallah, tak pula ada larangan
    untuk melarang yang berdzikir pada hari ke 40, hari ke 100 atau kapanpun, pelarangan
    atas hal ini adalah kemungkaran yang nyata.”

    Dalam hal ibadah, jangan kita mencari ada tidak larangannya. Tapi sesuai dg hadis Nabi, maka carilah ada tidak perintah/contohnya. Hukum asal ibadah adalah DILARANG, kecuali setelah ada perintah. Sebaliknya hukum asal masalah keduniaan adalah BOLEH, kecuali ada larangannya.

    dengan demikian, kita gak perlu berkata, sholat subuh 3 rokaat itu sah-sah saja, kan gak ada hadis/ayat yg melarang sholat subuh 3 rokaat. Kalau kita beribadah sekedar menggunakan akal kita, maka sholat subuh 3, 4, 5 rokaat adalah lebih bagus dan pasti diterima ALLAH swt. karena sholat subuh 2 rokaat saja bagus. apalagi 3, 4, atau 5 rokaat. ITU KALAU KITA MNGGUNAKAN AKAL SAJA.

    TAPI HADIS NABI MENEGASKAN, IBADAH TANPA ADA PERINTAH/CONTOH, MAKA DITOLAK. seTIAP IBADAH YG DIADA-ADAKAN ADALAH BID’AH. SETIAP BID’AH ADALAH SESAT. DAN KESESATAN ITU NERAKA TEMPATNYA.. NA’UDZUBILLAH…..

    maka menurut saya, kalau kita memang bimbang tentang hal ini, sebaiknya hal2 itu kita tinggalkan. itu lebih menyelamatkan. Toh “ibadah” tahlilan, yasinan, selamatan, itu hanya SUNAH. artinya kita tidak berdosa jika meninggalkannya, TAPI JIKA “IBADAH ” ITU MASUK KE RANAH BID’AH, MAKA KITA AKAN BERDOSA JIKA MELAKSANAKANNYA.

    SEBAGAIMANA PESAN NABI, TINGGALKAN HAL-HAL YANG MERAGUKAN.

    SETIAP AMALAN IBADAH, HARUS DILANDASKAN PADA DALIL YG VALID/SOHIH. DALIL DHOIF DAN PALSU TIDAK BOLEH DIJADIKAN LANDASAN MELAKUKAN AMAL IBADAH.

    COBA, BAGAIMANA SIKAP ANDA JIKA MENDENGAR, BAHWA ANDA DIPERINTAH UNTUK PERGI MENGAMBIL HADIAH, TAPI ASAL-USUL KABAR /PERINTAH ITU TIDAK JELAS, ATAU BERASAL DARI ORANG YG ANDA KETAHUI SUKA MENYEBAR BERITA BOHONG/MENIPU, DLL.
    APA ANDA AKAN MELAKSANAKANNYA??????

    IBADAH HARUS DILANDASI KEYAKINAN KEPADA ALLAH SWT, BAHWA APA YG KITA LAKSANAKAN ADALAH BETUL2 PERINTAH NABI/ALLAH SWT. TIDAK BISA KITA SHOLAT TAPI DALAM KONDISI KERAGUAN. KARENA ITU LANDASAN IBADAH HARUS KUAT/SHOHIH.

    TENTANG DALIL2 YASINAN, SELAMATAN, TAHLILAN, ADAKAH ANDA MENEMUKAN HADIST YANG SHOHIH?

    WASSALAM.

    • sunnah online
      Januari 2, 2012 pukul 8:22 am

      dalil tahlilan, selamatan jelas sekali:

      MAJELIS ZIKIR

      “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” [QS Al Ahzab 33:41]

      “Karena itu, ingatlah Aku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [Al Baqarah:152]

      “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [QS 13:28]

      Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling, mereka mengikuti majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemui majelis yang didalamnya ada dzikir, maka mereka duduk bersama-sama orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jamaah itu dengan sayap-sayap mereka, sehingga memenuhi ruangan antara mereka dengan langit dunia, jika para jamaah itu selesai maka mereka naik ke langit (HR Bukhari no. 6408 dan Muslim no. 2689)

      “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: ‘Zikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illallahu” [HR Turmudzi]

      MAJELIS ILMU

      “Barangsiapa menempuh suatu jalan mencari ilmu padanya, niscaya Alloh akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”[1]

      Inilah hakikat dari yasinan, selamatan, dsb.. majelis ilmu, majelis zikr, majelis silaturahmi, dsb

      Dan teknis pelaksanaan majelis2 tersebut tidak ada ketentuan dari Nabi sebagai mana shalat mesti sekian rakaat, waktunya sekian, tidak begitu, ketentuan zikir mudah saja:

      ….berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya…

      Maka barang siapa mempermasalahkan, apa bedanya ia dengan Bani Israil yang ketika diberi perintah mudah:

      Menyembelih sapi

      Maka mempermasalahkannya:
      -warnanya?
      -kegunaannya?
      -besarnya?
      -sosok fisiknnya?
      -umurnya?
      dsb

      maka perintah zikir menyebut nama Allah sebenranya mudah, hanya orang sekarang mempermasalahkannya dengan teknis-teknis yang sebenarnya tidak perlu.

    • faisal riza
      September 14, 2012 pukul 3:27 am

      yg bid`ah itu perbuatan manusia nye..bukan ayat nye..seperti sabda Rasulullah SAW. bila nak solat.tgok la macam mane aku solt..bila nak beramal dan beribadah tengok la macam mane aku dan sahabat2ku,

  55. yusnia
    Juni 15, 2011 pukul 3:06 pm

    “Maka pemahaman yang mesti diterima adalah para salafus shalih berinovasi mengada-adakan ibadah yang tidak pernah dicontohkan generasi sebelumnya, selama hal itu sesuai syariat”
    Bisakah dikatakan ssuai syariat jika bertentangan dg sabda nabi? SETIAP IBADAH YG DILAKUKAN TANPA ADA PERINTAH/CONTOH DARI KAMI, MAKA DITOLAK. SETIAP IBADAH YANG DIADA-ADAKAN ADALAH BID’AH. SETIAP BID’AH ADALAH SESAT.

    Bid’ah adalah dalam hal ibadah. tidak termasuk dalam pembagian hadist, sanad/perawi, sebutan r.a, dll.

    Bolehkah kita berinovasi tr\entang ibadah, sdang Allah mengatakan dg tegas, Islam sudh sempurna. Kalau kita membuat jenis ibadah baru, apakah Nabi sebagai penutup dan penyampai syaraiat lupa menyampaikan ajaran islam hingga kita perlu membuat tambahan baru?
    ataukah kita malah lebih baik dari Nabi, sehingga nabi tidak melakukan tapi kita malah demikian giatnya mrelakukan ibadah tertentu (3 hari, 7 hari, dll, yasinan, dll).

    kalau membuat inovasi ibadah diperbolehkan, mungkin gak perlu Musadeq dimusuhi dan dihukum gara2 membuat inovasi sholat 2 bahasa dg alasan agar orang paham akan apa yg dibacanya dalam sholat.

    Maaf jika ada kata yg kurang berkenan. kita berdebat hanya untuk menambah wawsan, dan usaha saling memahami.

  56. Juni 12, 2011 pukul 7:44 am

    JANGAN MEMFITNAH ORANG

    Perkataan antum: “terkesan anda begitu marahnya hingga mengatakan saudara2 kita yg tidak setuju dg acara tahlilan/yasinan dll dengan sebutan syetan. LUAR BIASA SEBUTAN INI”

    Manakah saya sebut orang yang tidak melakukan yasinan dengan sebutan syetan..?

    Perkataan saya ialah: siapa yang alergi dengan suara Laa ilaaha illallah kalau bukan syaitan dan pengikutnya ?

    JIKA SAJA SALAFUS SHALIH SEPENDAPAT DENGAN PEMAHAMAN BAHWA SETIAP IBADAH MESTI ADA DILAKUKAN NABI SEBELUMNYA

    Maka tak akan ada:

    – Dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan di masa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, tidak pula di masa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan di masa Utsman bin Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari hadits No.873).

    – Membagi-bagi hadits menjadi mutawatir, shahih, hasan, dhaif, munkar. Membuat-buat peruntukan masing-masing hadits

    – Membuat-buat syarat perawi hadits
    Mengkhususkan doa “radhiyallahu’anhu” pada sahabat, padahal yang diridhoi Allah tidak hanya sahabat. Nabi, tabi’in, shalihin sampai akhir zaman pun diridhoi Allah

    – Membagi-bagi tauhid menjadi tauhid “rububiyah, uluhiyah, asma wa shifat”

    – Mengada-adakan tulisan “shallallaahu ‘alaihi wa sallam” setelah nama Rasul (perintah Rasul adalah mengucapnya)

    – Membukukan Qur’an (zaman sahabat hanya ditulis, tidak dibukukan dan dikumpulkan)

    – Hadits Aisyah ra mengatakan Rasul saw tak pernah shalat malam lebih dari 11 rakaat di bulan ramadhan dan selain ramadhan

    TETAPI:

    Riwayat shahih Imam Baihaqi yg juga dari Assaaib bin Yaziid berkata bahwa sahabat melakukan di zaman Umar bin Khattab ra shalat tarawih di bulan ramadhan 20 rakaat. (Sunan Imam Baihaqy Alkubra hadits no.4393).

    Bahkan diriwayatkan bahwa hingga zaman Ali bin Abi Thalib kw mereka masih melakukannya 20 rakaat (Sunan Imam Baihaqy Alkubra hadits no.4395, 4396).

    Maka pemahaman yang mesti diterima adalah para salafus shalih berinovasi mengada-adakan ibadah yang tidak pernah dicontohkan generasi sebelumnya, selama hal itu sesuai syariat

  57. Juni 3, 2011 pukul 2:10 pm

    Ass. saudaraku.
    Membaca tulisan anda, terkesan anda begitu marahnya hingga mengatakan saudara2 kita yg tidak setuju dg acara tahlilan/yasinan dll dengan sebutan syetan. LUAR BIASA SEBUTAN INI. Semoga Allah mengampuni.
    Mengenai Acara tsb, memang menjadi pro-kontra yang tak akan selesai. semua mengklaim benar. semua memakai dalil. Tinggal kita mana yg kita yakini kebenarannya. Mana yang berdasar dalil yang shohih, mana yang berdasar dalil palsu/lemah. Mana yang dituntunkan Nabi dan para sahabat, mana yang tidak. Yang jelas Islam adalah sebuah AGAMA YG SEMPURNA. ALLAH menegaskannya dalam Al MAidah ayat 3. ALLAH SWT SENDIRI YANG MENEGASKAN. jadi tidak main2. Sempurna berarti tidak perlu tambahan atau pengurangan. sehingga tepat jika Nabi mengatakan agar kita tidak membuat ibadah2 yang tidak dituntunkan oleh NAbi. Mengapa? KARENA ISLAM SUDAH SEMPURNA. BENTUK/MACAM/CARA BERIBADAHNYA SUDAH LENGKAP. DAN SEMUANYA SUDAH DITUNTUNKAN OLEH NABI.
    Saya sendiri agak bingung juga menyikapi perbedaan2 itu. mana yg benar. Tapi saya punya pedoman. BAHWA ISLAM SUDAH SEMPURNA. semua sudah dituntunkan oleh nabi dan para sahabat. Sehingga untuk menyikapi perbedaan itu, saya ambil keputusan begini :
    1. Ketika Abu bakar, Umar, Usman meninggal, tidak ada riwayat dibacakan yasinan. apalagi 1 hari, 3 hari, 7 hari, dst.
    2. Ketika Nabi wafatpun, para sahabat tidak membacakan yasin.
    3. Kalau yasinan, kegiatan tahlilan setelah orang meninggal itu murni tuntunan Nabi, (pertanyaan saya) mengapa sahabat Nabi tidak melaksanakan ketika Nabi sendiri, Abu bakar, Umar, Usman, dll wafat. Padahal para sahabat adalah GENERASI TERBAIK ISLAM, begitu kata Nabi.
    ITULAH SAUDARAKU… HINGGA SEKARANGPUN SAYA TIDAK MENGIKUTI KEGIATAN TAHLILAN DAN YASINAN DI KAMPUNGKU. BUKAN BERARTI AKU SYETAN. AKU MUSLIM. AKU SENANG JUGA MEMBACA TAHLIL. KAN PAHALANYA BESAR. TAPI AKU BACA TIDAK SEMBARANG WAKTU DAN TEMPAT. AKU BACA SURAT YASIN JUGA, MESKI TIDAK IKUT ACARA YASINAN.
    Wass.

    • anang sunarto
      Juni 11, 2012 pukul 11:29 am

      yusnia, di mata ane, pantat kebo jauh lebih enak dilihat dari pada muka ente, he.he..

      • 456
        April 17, 2013 pukul 8:52 am

        ANANG SUNARTO, DI MATA ANE, TAI / EE KEBO JAUH LEBIH ENAK DILIHAT DARI PADA MUKA ENTE, HE.HE…

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan Balasan ke daris Batalkan balasan