TALQIN MAYIT

Asssalamualaikum wr.wb

Yth. Habib Munzir

saya ingin menanyakan perihal masalah talqin. Apakah ada dalil mengenai talqin ini baik dari quran maupun hadist??itu saja terima kasih

wassalamualikum wr.wb

munzir Re:talqin mayat2008/01/29 16:25 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Kesejukan Rahmat Nya dan Keindahan Dzat Nya swt semoga selalu menaungi hari hari anda dg kebahagiaan,

Saudaraku yg kumuliakan,
mengenai dalilnya talqin ini dikeluarkan oleh Imam Attabrani dan Abdul Aziz Al Hambali dari Abi Umamah ra berkata : “Jika aku wafat maka perbuatlah sebagaimana kita diperintah oleh Rasul saw berbuat pada yg wafat pada kita, Rasul saw memerintahkan kita : jika wafat salah satu dari kalian setelah selesai penguburannya, dan berdirilah salah seorang diantara kalian diarah kepalanya, lalu ucapkanlah : wahai fulan bin fulan.., maka berkatalah si mayyit : bantulah tuntun kami wahai yg disayangi Allah!, akan tetapi kalian tak mendengarnya, maka ucapkanlah ketika engkau keluar dari dunia ini kesaksian Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah hamba Nya dan utusan Allah…. dst (maaf hadits ini panjang). teriwayatkan pada Talkhishulkhabiir hal 242-243, dari Al Majmu’ Linnawawiy hal 243, dikeluarkan pula oleh Attabraniy dalam Alkabir no.7979, dan ALhaitsamiy pada Majmu’ zawaid no.4248, dan Addhiya’ telah menguatkannya pada Ahkamnya.

riwyat lainnya adalah dikeluarkan oleh Alhafidh Sa’id bin Masnhur yg berkata : jika telah selesai penguburan mayyit, dan orang orang mulai meninggalkan kubur maka para sahabat senang mentalqin mayyit di kuburnya : wahai fulan, katakanlah Laa ilaha illallah, …wahai fulan.. katakanlah…dst ..dst.. hingga akhir hadits. lalu mereka meninggalkan kubur, dan berkata Imam Assyaukaniy bahwa hal ini dsiebutkan oleh ALhafidh Ibn Hajar dalam Attalkhish dan ia tidak menentangnya (Talkhiishulhabiir hal 243, dari Almajmu’ oleh Imam Annawawi)

berkata Imam Nawawi : diriwayatkan oleh ALbaihaqiy dg sanad hasan bahwa Ibn Umar ra menyukai pembacaan awal dan akhir surat Albaqarah dikubur setelah penguburan, mengenai Talqin mayyit setelah penguburan telah dikatakan Jamaah yg banyak dari kita (Madzhab Syafii) bahwa hal itu dicintai dan baik dilakukan. (Al Adzkar hal 123)

dan memang telah jelas bahwa orang mati itu mendengar suara mereka yg masih hidup.

Dan Rasulullah saw memerintahkan kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur dengan ucapan “Assalaamu alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin walmuslimin, wa Innaa Insya Allah Lalaahiquun, As’alullah lana wa lakumul’aafiah..” (Salam sejahtera atas kalian wahai penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin, Semoga kasih sayang Allah atas yg terdahulu dan yang akan datang, dan Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian) (Shahih Muslim hadits no 974, 975, 976). Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersalam pada Ahli Kubur dan mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan “Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian”.

Rasul saw berbicara kepada yg mati sebagaimana selepas perang Badr, Rasul saw mengunjungi mayat mayat orang kafir, lalu Rasulullah saw berkata : “wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai syaibah bin rabi’ah, bukankah kalian telah dapatkan apa yg dijanjikan Allah pada kalian…?!, sungguh aku telah menemukan janji tuhanku benar..!”, maka berkatalah Umar bin Khattab ra : “wahai rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar ucapanmu?”, Rasul saw menjawab : “Demi (Allah) Yang diriku dalam genggamannya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (shahih Muslim hadits no.6498).

Makna ayat : “Sungguh Engkau tak akan didengar oleh yg telah mati”.
Berkata Imam Qurtubi dalam tafsirnya makna ayat ini bahwa yg dimaksud orang yg telah mati adalah orang kafir yg telah mati hatinya dg kekufuran, dan Imam Qurtubi menukil hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul saw berbicara dengan orang mati dari kafir Quraisy yg terbunuh di perang Badr. (Tafsir Qurtubi Juz 13 hal 232).

Berkata Imam Attabari rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu : bahwa engkaua wahai Muhammad tak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yg telah dikunci Allah untuk tak memahami (Tafsir Imam Attabari Juz 20 hal 12, Juz 21 hal 55, )

Berkata Imam Ibn katsir rahimahullah dalam tafsirnya : “walaupun ada perbedaan pendapat tentang makna ucapan Rasul saw pada mayat mayat orang kafir pada peristiwa Badr, namun yg paling shahih diantara pendapat para ulama adalah riwayat Abdullah bin Umar ra dari riwayat riwayat shahih yg masyhur dengan berbagai riwayat, diantaranya riwayat yg paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdilbarr yg menshahihkan riwayat ini dari Ibn Abbas ra dg riwayat Marfu’ bahwa : “tiadalah seseorang berziarah ke makam saudara muslimnya didunia, terkecuali Allah datangkan ruhnya hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih (riwayat shahihain) bahwa Rasul saw memerintahkan mengucapkan salam pada ahlilkubur, dan salam hanyalah diucapkan pada yg hidup, dan salam hanya diucapkan pada yg hidup dan berakal dan mendengar, maka kalau bukan karena riwayat ini maka mereka (ahlil kubur) adalah sama dengan batu dan benda mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu pendapat tanpa ikhtilaf akan hal ini, dan telah muncul riwayat yg mutawatir (riwayat yg sangat banyak) dari mereka, bahwa Mayyit bergembira dengan kedatangan orang yg hidup ke kuburnya”. Selesai ucapan Imam Ibn Katsir (Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 3 hal 439).

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,

Wallahu a’lam

  1. hmjn wan
    Agustus 27, 2014 pukul 4:31 am

    Ass. Wr. Wb.
    Adanya perbedaan dalam Islam, sebenarnya tidak perlu dipertajam. Sebab dengan memperuncing perbedaan itu tak ubahnya seseorang yang suka menembak burung di dalam sangkar. Padahal terhadap Al-Qur’an sendiri memang terjadi ketidak samaan pendapat. Oleh sebab itu, apabila setiap perbedaan itu selalu dipertentangkan, yang diuntungkan tentu pihak ketiga. Atau mereka sengaja mengipasi ? Bukankah menjadi semboyan mereka, akan merayakan perbedaan ? Hanya semoga saja jika pengomporan dari dalam, hal itu bukan kesengajaan. Kalau tidak, akhirnya perpecahan yang terjadi.
    Apabila perbedaan itu memang kesukaan Anda, salurkan saja ke pedalaman kepulauan nusantara. Disana masih banyak burung liar beterbangan. Jangan mereka yang telah memeluk Islam dicekoki khilafiyah furu’iyah. Bahkan kalau mungkin, mereka yang telah beragama tetapi di luar umat Muslimin, diyakinkan bahwa Islam adalah agama yang benar. Sungguh berat memang.
    Ingat, dari 87 % Islam di Indonesia, 37 % nya Islam KTP, 50 % penganut Islam sungguhan. Dari 50 % itu, 20 % tidak shalat, 20 % kadang-kadang shalat dan hanya 10 % pelaksana shalat. Apabila dari yang hanya 10 % yang shalat itu dihojat Anda dengan perbedaan, sehingga menyebabkan ragu-ragu dalam beragama yang mengakibatkan 9 % meninggalkan shalat, berarti ummat Islam Indonesia hanya tinggal 1 %.
    Terhadap angka itu Anda ikut berperan, dan harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Astaghfirullah.
    Wass. Wr. Wb.
    hmjn wan@gmail.com

  2. Alyamani 12
    Januari 29, 2014 pukul 6:52 pm

    sAUDARAKU aNTO BELAJARLAH MENERIMA PERBEDAAN OK……..JANGAN MENDEBAT LAGI MASING-MASING SUDAH JELAS, RABA HATI JIKA ADA RASA TIDAK SUKA DENGAN PENDAPAT ORANG LAIN ITU TANDANYA SYAITAN SUDAH / SEDANG MENGUASAI ANDA.HANYA ALLAH YANG MAHA TAHU ISI HATI KITA. JANGAN SAKIT HATI DENGAN BERNIAT MEMBALAS LAGI, CUKUP MENCARI PENDAPAT LAIN UNTUK MENETANG SAUDARA KITA YANG LAIN, RABA DADA….IKHLAS….IKHLAS…IKHLAS DAN ISTIGFAR, HABIB MUNZIR SEORANG ULAMA YANG HARUS MENJADI PANUTAN KITA, JIKA MENURUT KITA SALAH YAA…JANGAN LAKUKAN…OK..

  3. sunnah online
    Januari 2, 2012 pukul 7:49 am

    Juga hadits yang diriwayatkan Imam Muslim r.a :

    وعن عمرو بن العاص – رضي الله عنه – ، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ، فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ ، وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلم

    Diriwayatkan dari `Amr bin Al `Ash, beliau berkata : Apabila kalian menguburkanku, maka hendaklah kalian menetap di sekeliling kuburanku seukuran disembelihnya unta dan dibagi dagingnya sampai aku merasa terhibur dengan kalian DAN SAYA MENGETAHUI APA YANG AKAN SAYA JAWAB APABILA DITANYA MUNKAR DAN NAKIR

  4. sunnah online
    Januari 2, 2012 pukul 7:43 am

    Maka jelaslah bagi kita, keumuman ayat di atas (orang mati tidak dapat mendengar) bukanlah keumuman dalam arti mendengar gelombang suara, tapi mendengar panggilan kebenaran, mendengar suara hati nurani… maka keterangan-keterangan yang sangat banyak bahwa mayit mendengar apa yang terjadi di sekelilingnya inilah yang kita jadikan pegangan.

    “Kamu tidak dapat menjadikan (seorangpun) mendengar, KECUALI ORANG-ORANG YANG BERIMAN KEPADA AYAT-AYAT KAMI, lalu mereka berserah diri.” (Al Fathir 81)

    وَذَكِّرْ فَاِءنَّ الذِكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِينَ

    “Dan berilah peringatan sesungguhnya peringatan itu BERMANFAAT BAGI ORANG-ORANG YANG BERIMAN (QS Adz-Dzariyat: 55)

    Maka inilah talqin mayit untuk orang beriman…

  5. sunnah online
    Januari 2, 2012 pukul 7:37 am

    mengenai an Naml, berikut ayatnya:

    Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.
    QS. an-Naml (27) : 80

    Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (memalingkan) orang-orang buta dari kesesatan mereka. Kamu tidak dapat menjadikan (seorangpun) mendengar, KECUALI ORANG-ORANG YANG BERIMAN KEPADA AYAT-AYAT KAMI, lalu mereka berserah diri.
    QS. an-Naml (27) : 81

    =============================

    Jadi jelaslah dalam ayat-ayat di atas sedang membicarakan “tuli, mendengar” dsb dalam arti kiasan yaitu tidak dapat mendengar petunjuk karena tuli hatinya. Bukan mendengar suara, tapi mendengar panggilan kebenaran. Kalau ayat-ayat di atas mengenai mendengar dalam arti suara, tentu tidak akan dikatakan:
    “Kamu tidak dapat menjadikan (seorangpun) mendengar, KECUALI ORANG-ORANG YANG BERIMAN KEPADA AYAT-AYAT KAMI, lalu mereka berserah diri.”
    karena yang bisa mendengar suara bukan hanya orang beriman, orang kafir pun bisa bahkan banyak yang pendengarannya lebih tajam dan baik daripada orang muslim.

    Selain itu, jika kalimat-kalimat di atas adalah kalimat zhahir, melihat mendengar dalam arti melihat cahaya, mendengar suara, tidak sesuai dengan quran itu sendiri:
    “Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (memalingkan) orang-orang buta dari kesesatan mereka”
    Kenyataannya orang yang buta matanya dapat dipimpin, dapat dibimbing supaya tidak tersesat, dituntun dsb. Tapi maksud ayat-ayat di atas adalah makna batinnya, yaitu orang yang buta hatinya tidak dapat dibimbing menuju kebenaran

  6. sunnah online
    Januari 2, 2012 pukul 7:09 am

    ORANG KAFIR DIIBARATKAN MAYIT DALAM KUBUR, TIDAK MEMENUHI SERUAN KEBENARAN DIIBARATKAN TULI

    QS. Fathir (16-35) :

    18. (….) Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan shalat. (…)

    19. Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat,

    20. dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya,

    21. dan tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas,

    22. dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati.
    Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.
    Kamu tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan.

    23. Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.

    ===============

    Bisa kita lihat dalam memahami rangkaian ayat di atas, fokus ayat di atas tidak membicarakan makna-makna zhahir seperti buta mata, cahaya tampak, Allah tidak sedang membicarakan pelajaran IPA, tapi Allah membuat perumpamaan untuk menunjukkan betapa tidak samanya orang yang diberi petunjuk dan tidak. Orang yang diberi petunjuk dapat melihat dan mendengar petunjuk sehingga bisa berbuat baik dan masuk surga, sedangkan orang yang jauh dari petunjuk Allah diibaratkan buta tuli sehingga berbuat jahat dan masuk neraka. Keduanya sangat jauh berbeda.

    Mengenai ayat 22, apakah ia membicarakan makna zhahir, mendengar suara? MAri kita lihat tafsirnya dari Ibnu Katsir:

    “(ayat ini Fathir 22) berarti: sebagaimana bimbingan dan panggilan kebenaran tidak bermanfaat bagi orang mati SETELAH MEREKA MATI SEBAGAI ORANG KAFIR dan masuk kubur, demikian juga engkau tidak dapat menolong mereka para penyembah berhala yang telah memilih untuk dihancurkan dan engkau tidak dapat memberi mereka petunjuk (Tafsir Ibnu Katsir)

    Maka jelas bagi kita, ayat di atas tidaklah membicarakan biologi orang mati, adakah orang mati mendengar atau tidak, bukan demikian, tapi ayat di atas adalah perumpamaan2 Allah untuk orang kafir.

    Orang mati, dalam aqidah kita, berdasarkan hadits shahih jelas dapat mendengar mereka yang menangis untuknya ketika ia mati, tahu yang mengunjunginya, tahu bahwa ia sedang dibawa ke kubur, kalau iman ingin dipercepat, kalau jahat akan takut, tahu yang mendengar langkah kaki, dsb… Senang kalau dikunjungi, didoakan ini semua menunjukkan bahwa mayit tahu apa yang terjadi sekelilingnya

  7. sunnah online
    Januari 2, 2012 pukul 6:33 am

    INKONSISTEN DALAM MEMAHAMI AYAT

    Salafi wahabi dalam memahami ayat tidak konsisten, mereka melarang jamaah lain memaknai dengan makna kiasan jika tidak cocok dengan keinginan mereka seraya mengatakan TIDAK BOLEH MENTAKWIL AYAT. Tapi jika zhahir ayat tidak sesuai maunya, Mereka mentakwil ayat , maksudnya memahami dengan makna kiasan seraya menuduh jamaah lain tidak faham makna ayat/ hadits

    Bisa kita lihat dalam memaknai hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, imam Abi Dawud, dan imam An Nasai :
    لقنوا موتاكم لا إله إلا الله
    “Talqinilah MAYIT-MAYIT kalian dengan لا إله إلا الله “
    dan hadits2 lain yang semakna, mereka menggunakan makna kiasan (orang yang hampir mati) , tidak menggunakan makna aslinya (mayit). Dan menganggap muslimin yang memaknai dengan makna aslinya adalah yang tidak faham.

  8. sunnah online
    Januari 2, 2012 pukul 6:25 am

    TALQINILAH MAYIT-MAYIT KALIAN DENGAN LAAILAAHA ILLALLAAH

    Salah satu dasar hukum mengenai talqin adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, imam Abi Dawud, dan imam An Nasai :
    لقنوا موتاكم لا إله إلا الله

    “Talqinilah orang-orang mati kalian dengan لا إله إلا الله “

    Memang sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud lafadz موتاكم dalam hadits diatas orang-orang yang hampir mati bukan orang-orang yang telah mati, sehingga hadits tersebut menggunakan arti majas (arti kiasan) bukan arti aslinya.

    Akan tetapi, tidak salah juga jika kita artikan lafadz tersebut dengan arti aslinya yaitu orang yang telah mati. karena menurut kaidah bahasa arab, untuk mengarahkan suatu lafadz kepada makna majasnya diperlukan adanya qorinah (indikasi) baik berupa kata atau keadaan yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan perkataan tersebut adalah makna majasnya bukan makna aslinya. Sebagai contoh jika kita katakan “talqinillah mayit kalian sebelum matinya” maka kata-kata “sebelum matinya” merupakan qorinah yang mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan kata mayit dalam kalimat ini bukan makna aslinya (yaitu orang yang telah mati) tapi makna majasnya (orang yang hampir mati).

    Sedangkan dalam hadits tersebut tidak diketemukan Qorinah untuk mengarahkan lafadz موتاكم kepada makna majasnya, maka sah saja jika kita mengartikannya dengan makna aslinya yaitu orang-orang yang telah mati bukan makna majasnya. Pendapat inilah yang dipilih oleh sebagian ulama seperti Imam Ath Thobary, Ibnul Humam, Asy Syaukany, dan Ulama lainya.

  9. Juli 16, 2011 pukul 7:23 am

    PENGHUNI KUBUR TIDAK MAMPU MENDENGAR SUARA ORANG YG HIDUP

    “Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan ORANG YANG DI DALAM KUBUR DAPAT MENDENGAR.” (Q.S. Fathir:22)

    ”Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan ORANG-ORANG YANG MATI MENDENGAR dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.” (QS. An-Naml 80)

    Nabi bersabda: ”Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu bertebaran di muka bumi ini, mereka menyampaikan kepadaku salam dari umatku.” (Hadits Shahih Riwayat Ahmad)

    Akan tetapi terkadang Allah memperdengarkan kepada mayit suara dari salah satu Rasul-Nya untuk suatu hikmah tertentu, seperti Allah memperdengarkan suara Rasulullah kepada orang-orang kafir yang terbunuh di perang Badar, sebagai penghinaan dan penistaan untuk mereka, dan kemuliaan untuk Rasulullah. Sampai-sampai Nabi mengatakan kepada para sahabatnya ketika sebagian mereka mengingkari hal tersebut,
    “Tidaklah kalian lebih mendengar apa yang aku katakan daripada mereka, akan tetapi mereka tidak mampu menjawab” (H.R. Imam Ahmad -dan ini lafalnya- (I/27; III/104, 182, 263, dan 287), Bukhari (II/101), dan Nasa’i (IV/110).

    Lalu bagaimana dengan hadits berikut ini?
    Nabi bersabda:“Demi Allah sesungguhnya orang yang telah meninggal dari kalian (di dalam kuburnya) mendengar bunyi langkah terompah/sandal kalian.” (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, An-Nasai, dan Ahmad)

    Hadits ini jelas-jelas mengatakan terompah/sandal bukan selain itu, lalu bagaimana bisa dimutlakkan/digeneralisasi/ditambah ke semua hal yg berkaitan dengan orang yg masih hidup?

    Abdullah bin Umar ra. adalah sahabat Nabi yang paling keras dalam menentang segala macam bid’ah dan beliau sangat senang dalam mengikuti As-Sunnah. Dari Nafi’, pada suatu saat mendengar seseorang bersin dan berkata: ”Alhamdulillah was sholatu was salamu’ala Rasulillah.” Berkatalah Abdullah bin Umar ra.: ”Bukan demikian Rasulullah shollallahu ’alaihi wasalam mengajari kita, tetapi beliau bersabda: ’Jika salah satu di antara kamu bersin, pujilah Allah (dengan mengucapkan): Alhamdulillah’, tetapi beliau tidak mengatakan: ’Lalu bacalah sholawat kepada Rasulullah!” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Kitab Sunan-nya no. 2738 dengan sanad yang hasan dan Hakim 4/265-266)

    Sa’id bin Musayyab (tabi’in) melihat seseorang mengerjakan LEBIH DARI 2 RAKAAT shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, “Wahai Sa’id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?”, lalu Sa’id menjawab :”Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah” (Shahih, diriwayatkan oleh Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra II/466, Khatib Al Baghdadi dalam Al Faqih wal mutafaqqih I/147, Ad Darimi I/116)

    Sufyan bin Uyainah (tabiut tabi’in) mengatakan: Saya mendengar Malik bin Anas (imam mazab/tabiut tabi’in/guru imam Syafi’i) didatangi seseorang yang bertanya: Wahai Abu Abdillah dari mana saya harus melaksanakan ihram (untuk haji/umrah)? Imam Malik mengatakan: Dari Dzul Hulaifah, dari tempat Rasulullah shollallahu ’alaihi wasallam berihram. Orang itu berkata: Saya ingin berihram dari masjid dekat kuburan beliau. Imam Malik mengatakan: Jangan, saya khawatir kamu tertimpa fitnah. Orang itu berkata pula: Fitnah apa? Bukankah SAYA HANYA SEKEDAR MENAMBAH BEBERAPA MIL SAJA? Imam Malik menegaskan: Fitnah apalagi yang lebih hebat dari sikapmu yang menganggap engkau telah mengungguli Rasulullah shollallahu ’alaihi wasallam mendapatkan keutamaan di mana beliau telah menetapkan demikian sementara kamu MENAMBAHNYA? Dan saya mendengar firman Allah Ta’ala: ”Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi dan Abu Nu’aim)

    Sahabat Ibnu Mas’ud berkata: ”SEDERHANA dalam Sunnah lebih baik daripada berlebih-lebihan dalam bid’ah.” (Ad-Darimi no. 223, Hakim 1/103, Al-Lalikai, sanad jayyid)

    Adapun mayat yang mendengar suara langkah orang yang mengantarnya (ketika berjalan meningalkan kuburnya) setelah dia dikubur, maka itu adalah pendengaran khusus yang ditetapkan oleh nash (dalil As-Sunnah hanya sebatas sandal/terompah), dan tidak lebih dari itu (TIDAK LEBIH dari sekedar mendengar suara terompah mereka), karena hal itu diperkecualikan dari dalil-dalil yang umum yang menunjukkan bahwa orang yang meninggal tidak bisa mendengar (suara orang yang masih hidup), sebagaimana yang telah lalu.

    APAKAH MENTALQINKAN ORANG YG SUDAH MATI DISYARIATKAN

    Menurut hadits yang jelas keshahihannya bahwa talqin adalah menuntun kalimat Laa ilaaha illallah bagi orang YANG AKAN MATI bukan orang yang sudah mati.

    Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, mereka berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam: ”Ajarkanlah orang yang akan mati dari antara kamu Laa ilaaha illallah.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

    Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: ”…Karena barangsiapa yang akhir perkataannya Laa ilaaha illallah, niscaya dia akan masuk surga” (HR. Ibnu Hibban)

    Orang-orang yang membolehkan talqin mayit yang telah dikubur di antaranya berdalil dengan riwayat-riwayat berikut ini.

    Hadits 1: Dari Utsman, ia berkata: Adalah Rasulallah shallallahu ’alaihi wasallam apabila selesai dari mengubur mayit, ia berdiri di atas (pinggir kubur) itu dan bersabda: ”Mintakanlah ampun bagi saudara kamu dan mintakan keteguhan baginya karena ia sedang ditanya.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Hakim)
    Hadits ini sama sekali tidak menunjukkan talqin kalimat Laa ilaaha illallah, tetapi menyuruh untuk mendoakan si mayit agar mendapat ampunan dan keteguhan (dapat menjawab pertanyaan kubur) dari Allah.

    Riwayat 2: Dari Sa’id bin Abdulloh Al-Audi, ia berkata: Saya menyaksikan Abu Umamah saat menjelang meninggal dunia, dan beliau berkata: Apabila saya meninggal dunia maka lakukanlan bagiku sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk kami lakukan pada orang yang meninggal. Beliau bersabda: ”Apabila salah seorang dari kalian meninggal dunia lalu kalian sudah meratakan kuburnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian berdiri pada sisi kepala kubur, lalu hendaklah dia berkata: ’Wahai Fulan anaknya Fulanah, karena dia akan mendengarnya meskipun tidak bisa menjawab’. Kemudia katakan: ’Wahai FULAN BIN FULANAH’, maka dia akan duduk sempurna. Kemudian katakan: ’Wahai Fulan anaknya Fulanah’, maka dia akan berkata : ’Berilah aku petunjuk, semoga Allah merahmati kalian’. Lalu hendaklah dia katakan: ’Ingatlah apa yang engkau bawa keluar dari dunia ini yaitu syahadat bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya, dan engkau ridho Allah sebagai Robb-mu, Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai Nabimu, Al-Qur’an sebagai imammu. Karena salah seorang dari malaikat Munkar dan Nakir akan mengambil tangan yang lainnya seraya berkata: ’Pergilah, tidak perlu duduk pada orang yang sudah ditalqinkan hujjahnya’. Dengan ini semua maka Allah akan menjadi hujjahnya dalam menghadapi keduanya’. Lalu ada salah seorang bertanya: ’Wahai Rasulullah, bagaimana kalau tidak diketahui nama ibunya?’ Maka Rasulullah bersabda: ’Nasabkanlah kepada Hawa, katakan FULAN BIN HAWA’.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Ad-Du’a dan Mu’jam al-Kabir. Hadits lemah)
    Hadits ini dilemahkan oleh para ulama:
    Berkata Al-Haitsami dalam Al-Majma’ 3/45: ”Dalam sanadnya banyak perawi yang tidak saya kenal.”
    Berkata Ibnu Sholah: ”Sanadnya tidak bisa dijadikan hujjah.”
    Imam Nawawi juga melemahkannya, sebagaimana dalam Majmu’ Syarah Muhadzab 5/304 dan Al-Fatawa hal. 54.
    Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fatawa 24/296: ”Hadits ini tidak dihukumi shohih.”
    Ibnul Qayyim berkata dalam Zadul Ma’ad 1/523: ”Tidak shohih secara marfu.” Beliau juga berkata dalam Tahdzibus Sunan: ”Hadits ini disepakati akan kelemahannya.”
    Al-Iroqi juga melemahkannya dalam Takhrij Ihya’ 4/420.
    Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata dalam Nata’ijul Afkar dan Fathul Bari Kitab Syarah Shahih Bukhari 10/563: ”Lemah sekali.”
    Dilemahkan oleh Zarkasyi dalam Al-La’ali Al-Manstsuroh hal. 59, As-Suyuthi dalam Ad-Duror Al-Manstsuroh hal. 25 dan Imam Ash-Shan’ani dalam Subulus Salam 2/114.

    KRITIK MATAN HADITS
    Syaikh Abu Ishaq Al-Huwani: ”Matan hadits ini juga munkar karena bertentangan dengan hadits yang shohih bahwa seseorang dipanggil dengan nama bapaknya, sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda: ’Sesungguhnya seorang pengkhianat akan diangkat benderanya pada hari kiamat dan dikatakan: Inilah pengkhianatan FULAN BIN FULAN’.” (HR. Bukhari dan Muslim). Imam Bukhari berkata: ”Bab manusia dipanggil dengan nama bapak-bapak mereka.” (Majalah At-Tauhid Mesir edisi 8 tahun 29 rubrik hadits)

    Saya (penulis) berkata: Sungguh aneh sekali jika ada seorang muslim (selain para Nabi/Rasul) bisa tidak diuji (ditanyai) dalam kubur hanya karena ia ditalqinkan pada saat mati oleh orang yang masih hidup. Orang yang bisa mengucapkan Laa ilaaha illallah saat akhir hidupnya saja (yang jelas-jelas dijamin MASUK SURGA) belum tentu dia terlepas dari pertanyaan kubur, lalu bagaimana lagi orang yang ditalqinkan saat mati yang BELUM ADA JAMINAN MASUK SURGA ia bisa tidak mendapat pertanyaan maupun azab kubur. Padahal orang yang dijamin masuk surga itu lebih tinggi kedudukannya dari orang yang belum ada jaminan masuk surga. Hadits lemah ini juga bertentangan dengan kaidah baku yaitu manusia pasti tidak akan terlepas dari pertanyaan kubur berdasarkan hadits shohih.
    Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya umat ini akan diuji dalam kuburnya.” (HR. Muslim dalam Al-Jannatu wa Shifatu Na’imiha 4/2200 dan Ahmad dalam Musnad 3/3). Mungkin dikecualikan para Nabi dan Rasul, sedangkan selain mereka tidak akan bisa terlepas dari pertanyan maupun azab kubur. Wallahu a’lam.

    BAHAYANYA MENGAMALKAN HADITS TALQIN MAYIT YANG LEMAH
    Di kalangan orang yang mengamalkan hadits talqin mayit ini mungkin ada sebagian/segelintir orang (mungkin tidak semua tetapi bisa juga akan menjadi kebanyakan orang) yang merasa sudah aman dari azab kubur karena dia telah berwasiat kepada keluarganya/karib kerabatnya untuk mentalqinkannya ketika dia telah mati nanti. Sehingga pada implikasinya dalam kehidupan di dunia, dia bisa menjadi lengah/lalai dalam beribadah kepada Allah atau seminim-minimnya menjadi jarang/tidak rajin/berkurang semangatnya/tidak bersungguh-sungguh untuk beribadah kepada Allah. Mengapa? Alasannya dia sudah memiliki jaminan bahwa ia akan selamat dari pertanyaan/azab kubur karena telah berwasiat kepada keluarganya/karib kerabatnya agar mentalqinkan mayatnya setelah dikubur. Wallahu a’lam.

    • April 4, 2012 pukul 4:20 pm

      ayat-ayat yang mengatakan bahwa orang mati tak dapat mendengar maknanya adalah orang yang mati HATINYA tidak dapat MENDENGAR SERUAN KEBENARAN. Silakan dibuka dalam kitab-kitab tafsir misalnya tafsir Ibnu Katsir bahwa maknanya seperti itu. maknanya bukan orang mati tidak dapat mendengar suara, tetapi orang mati hatinya (orang kafir) tidak dapat mengikuti seruan kebenaran

      ORANG MATI DAPAT MENDENGAR

      “Tidaklah kalian (sahabat Nabi) lebih mendengar apa yang aku katakan daripada mereka (orang kafir yang mati), akan tetapi mereka tidak mampu menjawab” (H.R. Imam Ahmad -dan ini lafalnya- (I/27; III/104, 182, 263, dan 287), Bukhari (II/101), dan Nasa’i (IV/110).

      ini bukan kekhususan, buktinya ada hadits lain:

      Nabi bersabda:“Demi Allah sesungguhnya orang yang telah meninggal dari kalian (di dalam kuburnya) mendengar bunyi langkah terompah/sandal kalian.” (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, An-Nasai, dan Ahmad)

      jika dipahamai: Hadits ini jelas-jelas mengatakan terompah/sandal bukan selain itu, lalu bagaimana bisa dimutlakkan/digeneralisasi/ditambah ke semua hal yg berkaitan dengan orang yg masih hidup?

      maka ini pemahaman yang keliru, ini bagaikan membaca larangan berkata uff kepada orang tua, lalu memahami: ini larangannya berkata uff, jadi kalau mengumpat dengan selain uff, meludahi orangtua, mengencingi, maka tidak apa-apa, larangan hanya uff, bagaimana bisa dimutlakkan/digeneralisasi/ditambah ke semua hal yg selainkata-kata uff? ini tidak tepat, tentunya yang lebih tepat:

      kalau bunyi teromppah/ sandal saja yang pelan kedengaran, bagaimana bunyi orang bersuara yang jauh lebih bisa terdengar? tentunya bisa didengarkan

      dan banyak hadits lainnya bahwa orang mati senang kalau dikunjungi kerabatnya, dsb ini menunjukkan orang mati bisa tahu yang terjadi sekelilingnya

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar